Film
adalah sebuah media umum yang bersifat multiimage dan efektif untuk
mengantarkan pesan, sosialisasi marketing produk barang dan jasa, sekaligus
media promosi ataupun media propaganda.
Kelebihan
film ketimbang media komunikasi lainnya adalah sifatnya yang menghibur selain
bentuk penyampaiannya yang direct
berupa audio visual. Seperti diketahui, otak manusia akan lebih mudah mengingat
sebuah materi dalam bentuk visual atau simbol, ketimbang pesan secara lisan.
Pun
dalam sebuah film, audio bukan sekedar alat penyampai pesan secara lisan tapi
lebih dari itu, audio adalah pemberi karakter dan warna dalam sebuah tayangan.
Bisa diperbandingkan antara film Chaplin dengan Jurrasic Park, bagaimana
permainan sound effect dalam Jurrasic
Park mampu mengharu-biru jiwa penontonnya dari menit ke menit.
Dalam
teori komunikasi, muatan pesan dalam film ibarat teori jarum suntik dimana
pesan akan langsung masuk ke dalam otak manusia dengan hanya sedikit proses
filterisasi. Hal inilah yang membuat film menjadi media penyampai pesan yang
paling efektif, sugestif, dan persuasif ketimbang media komunikasi lain.
Berikut milestone film dan imbas yang diakibatkannya:
1.
Film
lahir pada 19 Maret 1895. Film pendek yang dibuat oleh Lumiere Brothers yang
mengambil gambar pekerja-pekerja yang berjalan keluar dari sebuah pabrik, pada
saat itu dinilai sangatlah monumental dalam dunia hiburan. Film pendek tersebut
langsung menjadi perhatian dunia, menjadi pusat pembicaraan dan perdebatan.
2.
Film
disamping sebuah hiburan yang sangatlah popular di seluruh dunia, juga merupakan sebuah media pengantar pesan
yang cukup efektif. Muatan persuasi pada film dinilai powerful untuk membentuk
opini masyarakat. Bahkan Hitler berpendapat bahwa media film adalah media
propaganda yang paling tepat. Banyak pembuatan film dilakukan jerman pada saat
itu dengan tujuan mencari bakat-bakat muda yang mau diajak berperang.
3.
Menurut
teori, muatan pesan yang terkandung di dalam film lebih dipecaya oleh masyarakat
(penonton film tersebut) ketimbang muatan pesan yang terkandung di dalam iklan.
Bahkan pesan di dalam iklan dinilai harus diwaspadai.
4.
Dalam
sebuah film James Bond (Die Another Day), perusahaan otomotif Aston Martin dan
Jaguar dengan susah payah menyingkirkan BMW sebagai sponsor utama. Efeknya,
hasil penjualan Aston Martin menanjak. Bahkan Nokia mengantikan Ericsson untuk
proyek selanjutnya dengan alasan yang sama: Kebutuhan sosialisasi dan
marketing.
5.
Sosialisasi
dan marketing bukan hanya berhubungan dengan barang dan jasa namun telah lari
ke lokasi tempat pengambilan gambar film. Beberapa film yang dibuat dengan
sengaja atau atas kebutuhan naskah akan lokasi tertentu, dengan sangat cepat
meningkatkan popularitas daerah/lokasi tersebut. Beberapa contoh film yang
terbukti efekif menggunakan lokasi tertentu hingga membuat lokasi tersebut
menjadi lebih popular adalah :
·
OUT
OF AFRICA (lokasi KENYA) dibintangi oleh Robert Redford membuat orang Amerika
& Eropa berduyun-duyun datang ke Kenya sebagai wisatawan.
·
THE
KING AND I dengan lokasi di Thailand telah membuka pintu pariwisata Negara
tersebut menjadi lebih lebar dan menghasilkan devisa yang luar biasa.
·
Yang
terbaru adalah film DA VINCI CODE, museum LOUVRE langsung kebanjiran wisatawan.
·
Di
Indonesia, “ANAK SERIBU PULAU” karya Garin Nugroho menjadi media yang efektif
memperkenalkan INDONESIA secara utuh kepada anak-anak Indonesia. Begitu pula
film “DESAKU BERNYANYI” karya Hermawan Rianto yang berlokasi di desa Pager
Jurang, Jawa Tengah mendorong minat banyak orang untuk datang ke desa tersebut
melihat kerajinan gerabah dan memakmurkan desa tersebut dari status desa
tertinggal.
·
FILM
LASKAR PELANGI berhasil membuat orang beramai ramai mengunjungi Pulau Belitung
sehingga penerbangan kesana yang tadinya cuman 1 hari ditambah karena banyaknya minat orang kesana.
Media Film adalah sebuah
alat/media propaganda yang paling ampuh dalam mempengaruhi rasa, pola pikir,
hidup, perbuatan dan tindakan dari seseorang. Oleh karena itulah Film selalu
membawa pesan pesan bermuatan positif guna merubah seseorang menjadi lebih
baik.
Karena keunggulannya sebagai
media komunikasi (baca: Media penyampai pesan yang efektif, sugestif, dan
persuasif), maka film bisa menjadi alat brainstorming jika kita tidak ingin
menyebutnya sebagai brainwashing, dari komunikator dalam hal ini pembuat film,
kepada komunikan dalam hal ini audience-nya.
KOMUNIKASI DALAM FILM FILM SAYA
Dalam menyampaikan pesan lewat sebuah
film atau berkomunikasi kepada penonton, Saya pernah membuat beberapa film dengan
penyampaian pesan yang jelas dan mudah di maknai (atau yang biasa kita sebut
film inspiratif), namun saya juga pernah membuat film yang terlihat hanya
sekedar hiburan belaka tanpa ada pesan di dalamnya. Uniknya dari antara kedua
jenis film ini, dari hasil pengamatan saya terhadap hasil dampak pengaruhnya pada
penonton, adalah film hiburan yang pesannya tidak terlihat dengan jelas
didalamnya daripada film yang jelas jelas pesannya. Mengapa bisa begitu ?
Saya jadi teringat teori komunikasi yang dulu saya pelajari di
bangku kuliah sekolah film Institut Kesenian Jakarta. Dimana dipelajari bahwa sebuah pesan akan
lebih mudah masuk melalui otak bawah sadar daripada otak depan yang sadar.
Pesan pesan yang masuk lewat otak sadar adalah film dengan muatan pesan secara
pretensius atau tendensius yang secara langsung dapat disadari penontonnya.
Pesan pesan seperti inilah yang biasanya tidak akan mudah masuk dan diterima
penonton didalam otaknya, sebab sebelum masuk kedalam otak, pesan itu akan
melalui sebuah filter, sipenonton akan menyadari jika itu adalah sebuah pesan
yang dibuat lalu kemudian akan di seleksi lebih dahulu dengan akal sehatnya
untuk menentukan apakah pesan itu sesuai dengan prinsip hidupnya atau tidak,
bisa masuk di nalarnya apa tidak, berasal dari orang yang dipercaya atau tidak,
jika otak sadarnya menolak maka pesan itu meskipun sebenarnya positif akan
berubah menjadi negative karena tidak sepaham dengan pemikiran sipenonton,
namun apabila sepaham, maka pesan itu akan berubah menjadi positif dan diterima
didalam otak penonton meskipun tujuannya negatif.
Tidak semua pesan baik bisa
dimaknai positif, mungkin kita pernah dengar ungkapan kehidupan semacam begini
: “baik bagi kita belum tentu baik bagi orang lain”, nah didalam film juga
pesan pesan yang disampaikan akan ditanggapi bermacam macam oleh isi kepala yang
berbeda beda, bisa saja sebuah pesan positif berubah menjadi negative jika yang
menerimanya adalah orang yang membenci seseorang di balik karyanya itu (haters).
Bahkan sebuah karya sebaik apapun akan berubah isinya menjadi buruk jika si
tokoh dibalik layar itu sudah dibenci pula oleh penontonnya. Inilah yang di
maksud dengan kemampuan otak sadar kita untuk menyeleksi pesan pesan dari
sebuah film sebelum masuk ke otak kita. Sebuah contoh : ketika kita menonton
sebuah iklan komersial yang memamerkan sebuah produk dengan segala
keunggulannya, maka tentu kita tidak akan serta merta langsung percaya dengan
iklan tersebut karena sebelum percaya otak kita akan mengolahnya terlebih
dahulu. Kita mungkin saja berpikir dulu, apa itu benar ya ? siapa tahu saja dia
bohong ? ah itu kan hanya promo, biasalah namanya juga iklan dll.
Mengapa begitu, karena kita sadar
bahwa itu adalah sebuah pesan iklan yang sedang
mempromosikan barang dagangannya secara tendensius. Kita sadar jika itu
hanya iklan sehingga belum tentu kebenarannya. Kita sadar bahwa jangan jangan
dia beriklan gara gara barangnya tidak laku. Maka dari itu kita tidak serta
merta langsung menirunya.masih ada otak sadar kita yang memfilter tayangan tadi
dan mencernanya.
Begitupula didalam sebuah film yang
membawa pesan moral secara gamblang. Misalkan saja ada sebuah film bercerita
yang tendensi berceritanya seakan menggurui penonton bahwa begini harusnya atau
begitu kalau mau jadi begini, maka kemungkinan besar otak penonton akan bekerja
seperti saat menonton iklan komersil tersebut. Penonton akan sadar jika diri
mereka saat itu sedang digurui atau sedang diceramahi. Tidak semua orang juga
tidak suka diceramahi atau digurui, buktinya kalau ada sebuah acara motivasi
atau acara seminar hingga sebuah ceramah agama pasti banyak yang akan datang
dan menikmatinya juga. Namun dalam sebuah produk bernama film tentu saja tidak
semua orang yang datang menonton sebuah film itu tujuannya adalah untuk di
ceramahi atau di gurui. Sebagian besar orang datang menonton film adalah dengan
tujuan pertama mencari hiburan, nanti didalamnya baru dibagi lagi ada yang
mencari hiburan plus makna, ada yang suka hiburan mata, ada yang suka hiburan sekedar
menghilangkan stress dll. Yang pasti kehadiran film dalam sejarah dunia memang
tak lepas dari sebuah pesan yang ingin disampaikan lewat media bergerak ini.
Itulah makanya dalam pelajaran teori komunikasi yang saya dapat dibangku kuliah
dulu disebutkan bahwa tak ada karya film yang tidak mempunyai pesan didalamnya,
semua film semacam apapun bentuknya baik atau buruk terlihat dimata penontonnya
semuanya tetap memiliki muatan pesan didalamnya, tak ada satupun karya film
yang dibuat tanpa pesan dari pembuatnya didalamnya, pesan bisa dalam arti luas,
bisa berarti si pembuat film ingin bercerita,ingin curhat,ingin pamer,ingin
memperbaiki hidup orang,ingin melarang orang,ingin cari perhatian dll. Bagi
pembuat film tentu saja hal ini adalah mutlak dimana ketika kita pertama kali
akan membuat film, hal pertama yang menjadi dasarnya adalah PREMIS, Premis
inilah yang biasanya berisikan pesan contohnya Premis dari film Romeo dan
Juliet adalah Cinta menembus batas maut.
Lalu apakah yang di maksud dengan
otak bawah sadar ?
Inilah otak yang mudah dimasuki
oleh pesan tersirat yang tak berbentuk sebuah pesan secara jelas dan gamblang melainkan ia masuk kedalam otak bawah sadar
penonton lewat sebuah emosi yang berkaitan dengan si penonton terhadap karya
yang ditontonnya. Mungkin kita bingung melihat sikap dan tindakan anak anak
muda sekarang yang pola hidup dan pergaulan mereka cenderung mengikuti cara
cara negative seperti tontonan sinetron atau film film remaja luar yang populer
dimedia. Bahkan terkadang nasehat ataupun segala tindakan yang jelas jelas
membawa pesan moral bagi mereka justru diabaikan ? seakan semua budaya popular
dalam media TV dan Film kini menjadi budaya yang lebih mudah dihafalkan oleh
generasi muda sekarang. Inilah yang disebut kuatnya pengaruh sebuah tontonan
hiburan yang membawa pesan terselubung yang bisa masuk melalui otak bawah sadar
itu.
Masuknya pesan yang tak bisa
disadari melalui otak bawah sadar ini bagaikan sebuah teori jarum suntik dimana
serum didalam suntik akan langsung menjalar kesemua jaringan darah kita menyatu
disemua bagian tubuh kita tanpa kita sadari. Pesan pesan ini masuk secara diam
diam karena kita tidak menyadarinya, contohnya ketika kita menonton Film yang
kemudian kita sangat sukai atau idolai baik tokoh maupun ceritanya, maka secara
tidak langsung dan tidak kita sadari dalam setiap hidup kita maupun tindakan
kita akan dengan mudah mengikuti seperti semua yang ada dalam cerita maupun
karakter si tokoh tersebut. Bahkan sipembuat film akan dengan mudah menyampaikan
semua gagasan atau isi kepalanya agar penonton bisa mengikuti apa kemauannya
tanpa di sadari. Namun uniknya pesan pesan yang mudah ditiru seperti ini
biasanya bukan berada didalam sebuah film bertema pendidikan ataupun film
inspiratif, Kebanyakan pesan pesan seperti ini justru berada didalam film film
hiburan yang bertemakan fantasi atau jauh dari realita kenyataan.
Pernahkah mendengar bahwa film
adalah sebuah produk budaya ? Bahkan Film adalah sebuah produk yang justru
menciptakan sebuah budaya baru, menciptakan sebuah dunia baru,sebuah dongeng
baru, sebuah wawasan baru, sebuah teori baru, menghidupkan sebuah karakter baru
yang ilusi, semuanya berasal dari si pembuat film yang kemudian akan diikuti
secara tidak sadar oleh penontonnya. Mengapa ketika sebuah film besar seperti
Harry Potter, Spiderman atau bahkan Star Wars bisa membuat orang tergila gila
membeli semua merchandaisenya mulai dari peralatan hingga pakaiannya ? karena
penonton menerima sebuah karya yang berhasil diciptakan oleh si pembuat film
sehingga dengan sendirinya karya itu menjadi sebuah budaya baru yang akan
dikenang dan diikuti oleh generasi seterusnya bahkan terkadang budaya yang baru
ini bisa mematikan budaya yang lama. Kita lihat saja ketika sebuah trend bisa
berganti dari masa ke masa hanya karena pengaruh sebuah film, bagaimana ketika
film Ghost di tahun 90 an kala itu membuat para wanita tergila gila dengan
rambut ala Demi Moore. Dengan kata lain film sukses melahirkan sebuah budaya
baru yang lebih ampuh racunnya mempengaruhi. Sebuah pengaruh posistif yang
disematkan secara diam diam akan menjadi baik tetapi ada kalanya bisa menjadi
buruk pula, contohnya melihat bagaimana banyaknya kejadian anak kecil yang
terjun dari lantai gedung akibat teracuni tontonan Superman atau Spiderman.
Tentu saja itu bukan salah film nya tetapi itu adalah sebuah bukti bahwa betapa
kuatnya pengaruh sebuah film jika salah di pahami karena itu para orang tua
memang harus hati hati memilih tontonan bagi anak anaknya atau minimal
mendampingi ketika menonton meskipun dikira itu hanya film hiburan biasa. Dalam
film Tom and Jerry antara tikus dan kucing kejar kejaran begitu saja bisa
membuat psikologis anak merasa bahwa kekerasan itu hal yang biasa karena
menonton adegan pukul memukul yang cukup extrim dipertontonkan antara Tom and
Jerry yang sepintas kita anggap hanya kartun biasa. Sekali lagi semua itu bukan
salah tayangannya tetapi penontonlah yang harus bijak memilihnya dan
menyikapinya karena pengaruh film hiburan seperti itu justru lebih mudah masuk
ke otak bawah sadar daripada jika kita memperlihatkan mereka film edukasi.
Semakin kita tidak menyadari dimana nilai edukasi film itu maka semakin nilai nilai
film tersebut mudah masuk kedalam otak bawah sadar kita. Jika kita sadar dan
tahu dimana nilai edukasinya maka tentu otak kita akan memfilternya terlebih
dahulu sehingga tak mudah menancap pesannya.
Film ini disebut sebagai salah satu film propaganda yang paling berpengaruh sepanjang masa, juga sebagai film terbaik sepanjang masa pada Expo 58 di Brussels, Belgia
Film film itu bukanlah berbentuk dokumenter
atau film penyuluhan semacam iklan layanan masyarakat, tetapi film hiburan yang
sekilas kita akan menganggapnya film fantasi namun sebenarnya sarat dengan
nilai propaganda tinggi, bahkan film komedi di masa itu dari Amerika seperti Chaplin
saja yang yang terlihat sebagai sebuah hiburan biasa namun di curigai merupakan
sebuah film propaganda dalam rangka menjelek jelekan dan mengolok ngolok Hitler
dimasa itu yang dikenal dengan kumisnya yang khas. Pada jaman itu film memang
betul betul dimanfaatkan sesuai fungsinya menghibur namun telah disusupi pesan
politik meskipun tidak terkesan sebagai
produk berbau politik karena itu lebih mudah mengena dan diterima di otak
penontonnya.
Saya meyakini bahwa ketika film
film America yang sering menjadikan Para pemain Kulit Hitam menjadi Presiden
Amerika walaupun hanya dalam sebuah film, namun itu telah menjadi sesuatu yang
perlahan lahan mengubah Mindset masyarakat Amerika bahwa suatu saat mereka bisa
saja dipimpin oleh seseorang yang berkulit hitam. Hingga akhirnya apa yang
selama ini hanya tergambar lewat fantasi film tersebut bisa menjadi nyata
ketika Obama yang berkulit hitam bisa duduk menjadi Presiden di alam nyata
sesungguhnya. Padahal kita tahu sejarah Amerika yang tadinya sangat Rasis bisa
perlahan lahan berubah seiring jaman. Film telah berhasil mempengaruhi dan
membentuk pola pikir masyarakatnya yang tadinya berbeda menjadi menerima. Pola
seperti ini pula yang saat ini sedang saya terapkan dalam film film saya selama
ini di Papua dengan menjadikan anak anak dari Timur menjadi Protagonis dalam
film action yang selama ini sering menempatkan orang orang Timur sebagai
penjahatnya sehingga menjadi sebuah mindset yang melekat. Di Amerika bahkan
sudah lebih maju dimana banyak tokoh superhero yang dimainkan oleh aktor kulit
hitam, saya pikir di Indonesia pun seharusnya begitu, semua pandangan yang
tabu, mindset yang sempit bisa dibuka lewat mimpi dalam fantasi sebuah film,
lama kelamaan bukan tidak mungkin mimpi itu akan jadi kenyataan, contohnya saja
sebelum manusia bisa kebulan sebelumnya sudah ada yang membuat cerita tersebut
walaupun hanya sebuah dongeng, namun siapa sangka jika akhirnya dongeng itu
akhirnya jadi kenyataan ? Ada banyak hal yang dulunya hanya berupa film yang
dianggap fantasi dan tidak masuk akal, dianggap hanya mengarang saja tanpa
fakta namun kemudian dimasa sekarang semua itu menjadi nyata, film memberikan
motivasi penemuan baru, fakta baru dan penciptaan budaya baru. Karena itulah
saya memang lebih cenderung membuat cerita kearah fiksi yang fantasi daripada
kenyataan, sebab kenyataan sudah pasti bisa di gapai dan jalani didepan mata
tetapi sebuah masa depan hanya bisa tergambar lewat fantasi sehingga lewat
itulah yang akan menciptakan sesuatu yang bisa saja akan menjadi nyata. Ibarat
membawa sebuah mimpi yang kemudian diwujudkan menjadi nyata. Jika sudah berbentuk nyata buat apalagi
diwujudkan ? tugas para pemimpi itu adalah berjuang mewujudkan sesuatu yang
dianggap orang omong kosong, mimpi,bualan,hayalan menjadi sebuah kenyataan
meskipun itu harus dimulai dari sebuah ilusi audio visual yang akan dijadikan
prototype perwujudan aslinya dialam nyata, sebuah contoh dimana robot robot
yang dulunya hanya bisa di ilusikan dalam animasi film film akhirnya kini bisa
betul betul diwujudkan secara nyata. Mungkin dulu yang menonton film menganggap
semua itu hanya hayalan pembuat film saja tetapi buktinya kini menjadi nyata.
Kembali pada kisah para remaja
sekarang yang cenderung gayanya mengikuti dan terpengaruh oleh pola tontonan
masa kini ala kebarat baratan ataupun sifat yang menyerupai drama sinetron di
televisi, tentu saja itu bukan perkara mudah untuk diubah kembali sesuai norma
budaya kita. Saya juga yakin jika 100 film bertema pendidikan dan pesan moral
yang jelas jika dipertontonkan di mata mereka tidak akan mampu mengubah
pandangan mereka untuk mengikuti satu tontonan hiburan yang mereka sukai dan
idolai mati matian. Ketika dimana otak bawah sadar mereka lebih mudah menerima
semua pesan yang dianggap negative itu daripada ratusan pesan positif yang
tersampaikan secara tendensius dan disadari serta diwaspadai oleh mereka. Ketika
mereka disuguhkan sebuah film berbau embel embel pesan moral maka belum juga
menonton mungkin saja mereka akan menolak melihatnya, karena sudah merasa akan
diceramahi atau di gurui, bahkan terkadang kita mendengar pernyataan seperti
ini “Kalau mau di didik jangan ke bioskop lah mendingan ke sekolah, kebioskop
kan untuk cari hiburan”. Pernyataan itu memang tidak salah sesuai fungsinya
film memang sejatinya harus menghibur, didalam hiburannya itulah kemudian ada
pesan pesannya secara halus nantinya kita dapat. Jadi pengertiannya bukan
dibalik sebab jika dibalik itu sama saja dengan sekolah di TK atau Playgroup
dimana tujuan utamanya Edukasi yang dibumbui dengan hiburan buat anak anak
supaya mereka tidak jenuh. Prinsip Film adalah Hiburan yang dibumbui dengan edukasi
sebagai salah satu elemen jika diperlukan didalamnya bukan sebaliknya.
Untuk lebih jelasnya, Bandingkan
kedua adegan ini :
-
Dalam sebuah film bertema pesan moral dan
pendidikan ada adegan seorang anak yang sedang mencuri lalu dinasehati oleh
seorang guru yang lebih tua “hei nak kamu jangan mencuri, karena mencuri itu
tidak baik” dan seterus….
-
Dalam film Spiderman ada adegan Peter parker
sebelum berubah menjadi spiderman ia justru menggunakan kekuatan yang
dimilikinya untuk mencari uang demi ambisi pribadinya pingin punya mobil agar
bisa mendapatkan Mary jane, namun suatu ketika ia berpapasan dengan seorang
penjahat dan ia justru memberikannya jalan meloloskannya hanya karena ia kesal
pada bosnya yang memberinya upah uang sedikit, kejadian itu menjadi sumber
bencana baginya ketika si penjahat ternyata membunuh pamannya yang sedang
menunggunya dibawah. Sejak itulah peter akhirnya menjadi spiderman membasmi
semua penjahat karena tak ingin kejadian itu menimpa keluarganya lagi.
Dari kedua adegan diatas tentu
saja yang adegan pertama pesan yang disampaikan terlalu verbal dan vulgar
sehingga akan berhadapan dengan otak sadar penonton. Penonton tentu akan
mencernanya dulu sebelum diterima, bisa jadi ada penonton yang akan menolak
pesan itu karena dianggap hanya sebuah akting saja seperti sebuah iklan, atau
mungkin jika ada penonton yang kebiasaannya memang suka mencuri akan tertawa
saja melihat adegan ini. Namun di adegan kedua justru pesan moral yang ditangkap
dari peristiwa yang digambarkan sebagai sebuah dongeng sederhana itu justru
lebih mengena karena tidak dianggap sekedar akting. Penonton terbuai dengan
adegannya, menyukainya sehingga pesan pun masuk secara tidak disadari. Penonton
terutama anak anak akan tertanam secara tidak sadar bahwa jiwa kepahlawanan
membasmi kejahatan harus muncul demi semua orang bukan karena ambisi pribadi
akhirnya kita menyesal ketika kejahatan dibiarkan merajalela dan pada akhirnya
bisa merugikan keluarga kita sendiri.
Mengapa pola seperti ini justru
lebih banyak digunakan oleh para pembuat film barat daripada pembuat film lokal
kita ? sebab di Indonesia kita masih berputar pada sebuah pemahaman bahwa film
yang baik itu adalah film yang mendidik,mengandung pesan moral dan sebagainya, semua
orang kita berlomba lomba membuat film yang ada pesan moralnya sehingga bisa dipuji
wah bagus ini film yang mengandung pesan moral, ini film yang mengangkat ini
dan itu, tujuan utama membuat film akhirnya menjadi ingin membuat film yang
mendidik melupakan nilai hiburannya, sementara orang orang di Barat telah
menyematkan pesan pesan moral mereka itu kedalam film film hiburan yang selama
ini kita menganggapnya tidak ada pesan moralnya. Bahkan jangankan pesan moral
lewat cerita, semua aspek apapun termasuk nilai nilai artistik dalam film film
luar mengandung daya pengaruh ke otak bawah sadar kita misalnya pemilihan
kostum superman yang mewakili warna bendera Amerika, itu tidak secara langsung
tertanam dalam mindset kita ketika melihat bendera Amerika sehingga ketika
tokoh itu superhero maka kita akan ingat pula negaranya sebagai Negara
superhero.
Cara paling efektif jika ingin
mendidik generasi muda kita sesuai dengan apa yang kita inginkan tersebut adalah
dengan cara yang sama dilakukan oleh pembuat film yang mereka sukai tersebut,
yakni bagaimana memikat mereka lebih dahulu dengan hiburan yang mereka sukai
dalam film tersebut, setelah mereka terpikat otomatis semua pesan yang disematkan
didalamnya akan masuk secara tidak sadar ke benaknya. Ini jauh lebih
berpengaruh daripada mereka di paksa mendengarkan sebuah ceramah tentang moral
yang mereka akan berupaya menolaknya lewat otak kesadarannya karena dianggap
mengguruinya. Inilah makanya banyak iklan atau sponsor yang lebih suka
menempatkan produk mereka kedalam sebuah adegan film dari pada iklan, contohnya
ketika ada adegan seorang idola di film meminum sebuah minuman bermerk tertentu
dalam sebuah film tanpa terlalu menonjol, maka secara tidak langsung alam bawah
sadar penonton yang fans kepada idolanya akan mengingat merk itu dan
menerimanya daripada merk yang mereka dapatkan dari iklan resmi produk
tersebut. hanya saja penempatan iklan dalam adegan film yang terkadang juga
terlalu vulgar sehingga menjadikan antipasti dari penontonnya karena mereka
sadar jika yang dilihatnya itu adalah iklan sebuah produk. Sebuah contoh
penempatan iklan yang baik dan tidak terasa aroma iklannya adalah misalnya pada
adegan film Home Alone 2 dimana si anak kecil memberikan tips kepada pelayan
hotel dengan memberikannya permen, adegan itu seakan hanya sebuah adegan lucu
namun sebenarnya menampilkan merk dari permen tersebut secara tidak disadari
oleh penonton dan dengan begitu merk produk itu sukses masuk ke otak bawah
sadar penonton.
Komunikasi dalam sebuah film juga
bukan hanya diartikan membawa pesan moral atau pun sponsor tetapi sebagai
sebuah media bercerita bagi pembuatnya. Lihat saja film film Iran dimana
pembuatnya selalu bercerita tentang kultur masyarakat disana, atau bahkan dalam
film Taste of Cherry yang menggambarkan kisah pencarian seorang yang ingin
bunuh diri, isi filmnya berjalan jalan mengitari sebuah wilayah di Iran, namun
itulah cerita tentang bagaimana alam geografis Iran yang sedang dituturkan dan
diperlihatkan oleh pembuatnya kepada penontonnya, ibaratnya kita bercerita
tentang bagaimana suasana dan gambaran kampung halaman kita kepada teman kita
yang jauh.
Dalam film film saya sendiri
sejak saya membuat film pertama hingga film yang ke enam ini di tanah kelahiran
saya Merauke Papua, selalu ada komunikasi yang saya sampaikan ke penonton
melalui alam bawah sadar tersebut. Sesuatu yang sangat menonjol dan selalu
berulang ulang saya gambarkan dalam film film saya adalah tentang gambaran
geografis Papua Selatan dimana saya dilahirkan. Sebuah wilayah yang dekat
dengan dataran pantai dan rawa bukan gunung (selama ini banyak orang diluar
papua yang mengira semua wilayah papua itu berbentuk pegunungan) Semua terekam
dalam adegan seperti wajah kampung dan wajah kota yang begitu timpang ketika orang
orang dikota begitu ramai dan hidup mewah seperti kota besar lainnya yang maju
sedangkan di kampung kampung masyarakat hidup dalam kesederhanaan dan rumah
rumah yang tidak layak. Jalanan yang sulit
menjangkau dari satu kampung ke yang lainnya, serta hegemonitas dan proses
asmilasi masyarakat di Papua Selatan yang berbeda dengan wilayah Papua lainnya.
Film bagi saya adalah sebuah cara
untuk berbicara menjawab semua pertanyaan, membalas semua hasutan, mengcounter
segala bentuk fitnah, serta menceritakan dari sudut pandang di tempat saya
lahir sehingga mungkin akan berbeda penafsirannya jika kita memandangnya dari
luar. Sebagai contoh dalam Film Epen Cupen The Movie diadegan awal film ada
shot Pemainnya berdiri didepan sebuah Mall besar bertingkat seperti dikota kota
besar. Dan di Mall itu ada tulisan Jayapura Mall. Ini adalah sebuah jawaban
yang saya berikan kepada orang orang yang sering sekali menganggap Papua itu
seakan akan semuanya masih hutan dan tak ada Mall. Lalu juga ada adegan ketika
pemain dari sebuah kampung kecil menuju kekota harus mendayung perahunya siang
dan malam. Ini tentu saja hal yang dekat dengan keseharian saya di sana dimana
dikampung kelahiran saya Muting, para penduduk didesa desa kecil disepanjang
kali bian memang harus menggunakan transportasi perahu kecil yang dikayuh siang
dan malam hanya untuk menuju ke kecamatan saja. Alam geografis di Papua tidak
seperti di wilayah Barat Indonesia yang bisa ditempuh lewat jalan darat ataupun
transportasi semacam bis dan kereta, minimnya transportasi layak antar daerah
di Papua ini selalu berkali kali saya tonjolkan dalam film film saya selama
ini. Dalam beberapa film lainnya malah berisi bagaimana saya menjawab dan
menjelaskan pandangan keliru orang dari film film sebelumnya. Penjelasan tidak
harus lewat kata kata tetapi lewat adegan, yang seperti inilah yang biasanya
tidak disadari penonton tetapi otomatis sudah masuk dan diterima oleh otak
bawah sadarnya. Yang kita lihat nanti hanya dampak yang terjadi setelah
menonton saja bukan pendapatnya atau ulasan verbalnya. Terkadang si penonton
menilai dengan lidah nya secara sepele atau berupaya mengabaikannya bahkan
menolaknya, tetapi otaknya bawah sadarnya sendiri sudah menerimanya menjadi
sebuah wawasan baru menancap tanpa disadarinya. Semua itu baru akan terlihat
jika suatu ketika ia berhadapan dengan sebuah situasi yang mengharuskan ia
menjelaskan sebuah hal dikenyataan yang kebetulan pernah dilihatnya di film
tersebut, maka ia akan bercerita seakan akan ia sudah mengenalnya baik padahal
semua itu ia dapatkan dari film yang pernah dilihatnya dan ditolaknya secara
akal sehat tersebut, ternyata akal bawah sadarnya masih menyimpannya.
Ada beberapa film saya yang mungkin
hanya ditangkap penonton sebagai sebuah hiburan saja atau mungkin juga mengira
tak ada pesan didalamnya, ya itu justru jadi berhasil ketika penonton tidak
menyadari ada pesan didalamnya, dengan begitu pesan sudah masuk lewat alam
bawah sadar mereka, itulah yang terjadi lewat otak alam bawah sadar tadi. Saya
sangat menghindari sebuah pesan vulgar yang jelas karena tentunya akan kurang
efektif mengena dibandingkan pesan terselubung lewat alam bawah sadar tadi. Mungkin
sama hal nya ketika kita bertanya apa pesan moral dalam film Harry Potter ?
mungkin sulit mencarinya karena yang teringat dalam otak sadar kita hanya
adegan adegan spektakuler serta efek visualnya saja padahal sebenarnya dalam
setiap adegan nya dipenuhi banyak pesan moral juga hanya saja semua secara
halus di blend kedalam cerita dan adegan bukan secara verbal.
Saya tidak menampik juga jika
dalam beberapa film saya yang memberikan pesan moral secara gamblang dan jelas secara
verbal, bahkan dalam adegan ending di Epen Cupen the Movie pun ada adegan
ketika pemain protagonisnya harus mengucapkan beberapa kata yang kesannya
terasa menasehati/menggurui penonton. Namun saya hanya menempatkan pesan vulgar
itu diending film saja sebagai puncaknya setelah sebelumnya sebenarnya saya
sudah menggiring opini dan perasaan penonton kearah maksud seperti yang
diucapkan secara gamblang tersebut. Tapi sekali lagi saya lebih merasa bahwa
pesan yang saya sampaikan secara tersirat akan lebih mengena dibandingkan pesan
verbal yang diucapkan secara jelas tersebut. Dan pesan pesan tersirat itu ada
di semua bagian film sekecil apapun meskipun penonton mengira itu hanya hiburan
saja.
Jakarta, 21 Desember 2015
Acho
0 comments:
Post a Comment