Pages

Tuesday, 22 December 2015

KOMUNIKASI LEWAT FILM


Film adalah sebuah media umum yang bersifat multiimage dan efektif untuk mengantarkan pesan, sosialisasi marketing produk barang dan jasa, sekaligus media promosi ataupun media propaganda.
Kelebihan film ketimbang media komunikasi lainnya adalah sifatnya yang menghibur selain bentuk penyampaiannya yang direct berupa audio visual. Seperti diketahui, otak manusia akan lebih mudah mengingat sebuah materi dalam bentuk visual atau simbol, ketimbang pesan secara lisan.
Pun dalam sebuah film, audio bukan sekedar alat penyampai pesan secara lisan tapi lebih dari itu, audio adalah pemberi karakter dan warna dalam sebuah tayangan. Bisa diperbandingkan antara film Chaplin dengan Jurrasic Park, bagaimana permainan sound effect dalam Jurrasic Park mampu mengharu-biru jiwa penontonnya dari menit ke menit.
            Dalam teori komunikasi, muatan pesan dalam film ibarat teori jarum suntik dimana pesan akan langsung masuk ke dalam otak manusia dengan hanya sedikit proses filterisasi. Hal inilah yang membuat film menjadi media penyampai pesan yang paling efektif, sugestif, dan persuasif ketimbang media komunikasi lain.

Berikut milestone film dan imbas yang diakibatkannya:

1.      Film lahir pada 19 Maret 1895. Film pendek yang dibuat oleh Lumiere Brothers yang mengambil gambar pekerja-pekerja yang berjalan keluar dari sebuah pabrik, pada saat itu dinilai sangatlah monumental dalam dunia hiburan. Film pendek tersebut langsung menjadi perhatian dunia, menjadi pusat pembicaraan dan perdebatan.
2.      Film disamping sebuah hiburan yang sangatlah popular di seluruh dunia,  juga merupakan sebuah media pengantar pesan yang cukup efektif. Muatan persuasi pada film dinilai powerful untuk membentuk opini masyarakat. Bahkan Hitler berpendapat bahwa media film adalah media propaganda yang paling tepat. Banyak pembuatan film dilakukan jerman pada saat itu dengan tujuan mencari bakat-bakat muda yang mau diajak berperang.
3.      Menurut teori, muatan pesan yang terkandung di dalam film lebih dipecaya oleh masyarakat (penonton film tersebut) ketimbang muatan pesan yang terkandung di dalam iklan. Bahkan pesan di dalam iklan dinilai harus diwaspadai.
4.      Dalam sebuah film James Bond (Die Another Day), perusahaan otomotif Aston Martin dan Jaguar dengan susah payah menyingkirkan BMW sebagai sponsor utama. Efeknya, hasil penjualan Aston Martin menanjak. Bahkan Nokia mengantikan Ericsson untuk proyek selanjutnya dengan alasan yang sama: Kebutuhan sosialisasi dan marketing.
5.      Sosialisasi dan marketing bukan hanya berhubungan dengan barang dan jasa namun telah lari ke lokasi tempat pengambilan gambar film. Beberapa film yang dibuat dengan sengaja atau atas kebutuhan naskah akan lokasi tertentu, dengan sangat cepat meningkatkan popularitas daerah/lokasi tersebut. Beberapa contoh film yang terbukti efekif menggunakan lokasi tertentu hingga membuat lokasi tersebut menjadi lebih popular adalah :

·         OUT OF AFRICA (lokasi KENYA) dibintangi oleh Robert Redford membuat orang Amerika & Eropa berduyun-duyun datang ke Kenya sebagai wisatawan.
·         THE KING AND I dengan lokasi di Thailand telah membuka pintu pariwisata Negara tersebut menjadi lebih lebar dan menghasilkan devisa yang luar biasa.
·         Yang terbaru adalah film DA VINCI CODE, museum LOUVRE langsung kebanjiran wisatawan.
·         Di Indonesia, “ANAK SERIBU PULAU” karya Garin Nugroho menjadi media yang efektif memperkenalkan INDONESIA secara utuh kepada anak-anak Indonesia. Begitu pula film “DESAKU BERNYANYI” karya Hermawan Rianto yang berlokasi di desa Pager Jurang, Jawa Tengah mendorong minat banyak orang untuk datang ke desa tersebut melihat kerajinan gerabah dan memakmurkan desa tersebut dari status desa tertinggal.
·         FILM LASKAR PELANGI berhasil membuat orang beramai ramai mengunjungi Pulau Belitung sehingga penerbangan kesana yang tadinya cuman 1 hari ditambah karena banyaknya minat orang kesana.

Media Film adalah sebuah alat/media propaganda yang paling ampuh dalam mempengaruhi rasa, pola pikir, hidup, perbuatan dan tindakan dari seseorang. Oleh karena itulah Film selalu membawa pesan pesan bermuatan positif guna merubah seseorang menjadi lebih baik.

Karena keunggulannya sebagai media komunikasi (baca: Media penyampai pesan yang efektif, sugestif, dan persuasif), maka film bisa menjadi alat brainstorming jika kita tidak ingin menyebutnya sebagai brainwashing, dari komunikator dalam hal ini pembuat film, kepada komunikan dalam hal ini audience-nya.

KOMUNIKASI DALAM FILM FILM SAYA
Dalam menyampaikan pesan lewat sebuah film atau berkomunikasi kepada penonton, Saya pernah membuat beberapa film dengan penyampaian pesan yang jelas dan mudah di maknai (atau yang biasa kita sebut film inspiratif), namun saya juga pernah membuat film yang terlihat hanya sekedar hiburan belaka tanpa ada pesan di dalamnya. Uniknya dari antara kedua jenis film ini, dari hasil pengamatan saya terhadap hasil dampak pengaruhnya pada penonton, adalah film hiburan yang pesannya tidak terlihat dengan jelas didalamnya daripada film yang jelas jelas pesannya. Mengapa bisa begitu ?
Saya jadi teringat  teori komunikasi yang dulu saya pelajari di bangku kuliah sekolah film Institut Kesenian Jakarta.  Dimana dipelajari bahwa sebuah pesan akan lebih mudah masuk melalui otak bawah sadar daripada otak depan yang sadar. Pesan pesan yang masuk lewat otak sadar adalah film dengan muatan pesan secara pretensius atau tendensius yang secara langsung dapat disadari penontonnya. Pesan pesan seperti inilah yang biasanya tidak akan mudah masuk dan diterima penonton didalam otaknya, sebab sebelum masuk kedalam otak, pesan itu akan melalui sebuah filter, sipenonton akan menyadari jika itu adalah sebuah pesan yang dibuat lalu kemudian akan di seleksi lebih dahulu dengan akal sehatnya untuk menentukan apakah pesan itu sesuai dengan prinsip hidupnya atau tidak, bisa masuk di nalarnya apa tidak, berasal dari orang yang dipercaya atau tidak, jika otak sadarnya menolak maka pesan itu meskipun sebenarnya positif akan berubah menjadi negative karena tidak sepaham dengan pemikiran sipenonton, namun apabila sepaham, maka pesan itu akan berubah menjadi positif dan diterima didalam otak penonton meskipun tujuannya negatif.
Tidak semua pesan baik bisa dimaknai positif, mungkin kita pernah dengar ungkapan kehidupan semacam begini : “baik bagi kita belum tentu baik bagi orang lain”, nah didalam film juga pesan pesan yang disampaikan akan ditanggapi bermacam macam oleh isi kepala yang berbeda beda, bisa saja sebuah pesan positif berubah menjadi negative jika yang menerimanya adalah orang yang membenci seseorang di balik karyanya itu (haters). Bahkan sebuah karya sebaik apapun akan berubah isinya menjadi buruk jika si tokoh dibalik layar itu sudah dibenci pula oleh penontonnya. Inilah yang di maksud dengan kemampuan otak sadar kita untuk menyeleksi pesan pesan dari sebuah film sebelum masuk ke otak kita. Sebuah contoh : ketika kita menonton sebuah iklan komersial yang memamerkan sebuah produk dengan segala keunggulannya, maka tentu kita tidak akan serta merta langsung percaya dengan iklan tersebut karena sebelum percaya otak kita akan mengolahnya terlebih dahulu. Kita mungkin saja berpikir dulu, apa itu benar ya ? siapa tahu saja dia bohong ? ah itu kan hanya promo, biasalah namanya juga iklan dll.
Mengapa begitu, karena kita sadar bahwa itu adalah sebuah pesan iklan yang sedang  mempromosikan barang dagangannya secara tendensius. Kita sadar jika itu hanya iklan sehingga belum tentu kebenarannya. Kita sadar bahwa jangan jangan dia beriklan gara gara barangnya tidak laku. Maka dari itu kita tidak serta merta langsung menirunya.masih ada otak sadar kita yang memfilter tayangan tadi dan mencernanya.
Begitupula didalam sebuah film yang membawa pesan moral secara gamblang. Misalkan saja ada sebuah film bercerita yang tendensi berceritanya seakan menggurui penonton bahwa begini harusnya atau begitu kalau mau jadi begini, maka kemungkinan besar otak penonton akan bekerja seperti saat menonton iklan komersil tersebut. Penonton akan sadar jika diri mereka saat itu sedang digurui atau sedang diceramahi. Tidak semua orang juga tidak suka diceramahi atau digurui, buktinya kalau ada sebuah acara motivasi atau acara seminar hingga sebuah ceramah agama pasti banyak yang akan datang dan menikmatinya juga. Namun dalam sebuah produk bernama film tentu saja tidak semua orang yang datang menonton sebuah film itu tujuannya adalah untuk di ceramahi atau di gurui. Sebagian besar orang datang menonton film adalah dengan tujuan pertama mencari hiburan, nanti didalamnya baru dibagi lagi ada yang mencari hiburan plus makna, ada yang suka hiburan mata, ada yang suka hiburan sekedar menghilangkan stress dll. Yang pasti kehadiran film dalam sejarah dunia memang tak lepas dari sebuah pesan yang ingin disampaikan lewat media bergerak ini. Itulah makanya dalam pelajaran teori komunikasi yang saya dapat dibangku kuliah dulu disebutkan bahwa tak ada karya film yang tidak mempunyai pesan didalamnya, semua film semacam apapun bentuknya baik atau buruk terlihat dimata penontonnya semuanya tetap memiliki muatan pesan didalamnya, tak ada satupun karya film yang dibuat tanpa pesan dari pembuatnya didalamnya, pesan bisa dalam arti luas, bisa berarti si pembuat film ingin bercerita,ingin curhat,ingin pamer,ingin memperbaiki hidup orang,ingin melarang orang,ingin cari perhatian dll. Bagi pembuat film tentu saja hal ini adalah mutlak dimana ketika kita pertama kali akan membuat film, hal pertama yang menjadi dasarnya adalah PREMIS, Premis inilah yang biasanya berisikan pesan contohnya Premis dari film Romeo dan Juliet adalah Cinta menembus batas maut.
Lalu apakah yang di maksud dengan otak bawah sadar ?
Inilah otak yang mudah dimasuki oleh pesan tersirat yang tak berbentuk sebuah pesan secara jelas dan gamblang  melainkan ia masuk kedalam otak bawah sadar penonton lewat sebuah emosi yang berkaitan dengan si penonton terhadap karya yang ditontonnya. Mungkin kita bingung melihat sikap dan tindakan anak anak muda sekarang yang pola hidup dan pergaulan mereka cenderung mengikuti cara cara negative seperti tontonan sinetron atau film film remaja luar yang populer dimedia. Bahkan terkadang nasehat ataupun segala tindakan yang jelas jelas membawa pesan moral bagi mereka justru diabaikan ? seakan semua budaya popular dalam media TV dan Film kini menjadi budaya yang lebih mudah dihafalkan oleh generasi muda sekarang. Inilah yang disebut kuatnya pengaruh sebuah tontonan hiburan yang membawa pesan terselubung yang bisa masuk melalui otak bawah sadar itu.

Masuknya pesan yang tak bisa disadari melalui otak bawah sadar ini bagaikan sebuah teori jarum suntik dimana serum didalam suntik akan langsung menjalar kesemua jaringan darah kita menyatu disemua bagian tubuh kita tanpa kita sadari. Pesan pesan ini masuk secara diam diam karena kita tidak menyadarinya, contohnya ketika kita menonton Film yang kemudian kita sangat sukai atau idolai baik tokoh maupun ceritanya, maka secara tidak langsung dan tidak kita sadari dalam setiap hidup kita maupun tindakan kita akan dengan mudah mengikuti seperti semua yang ada dalam cerita maupun karakter si tokoh tersebut. Bahkan sipembuat film akan dengan mudah menyampaikan semua gagasan atau isi kepalanya agar penonton bisa mengikuti apa kemauannya tanpa di sadari. Namun uniknya pesan pesan yang mudah ditiru seperti ini biasanya bukan berada didalam sebuah film bertema pendidikan ataupun film inspiratif, Kebanyakan pesan pesan seperti ini justru berada didalam film film hiburan yang bertemakan fantasi atau jauh dari realita kenyataan.

Pernahkah mendengar bahwa film adalah sebuah produk budaya ? Bahkan Film adalah sebuah produk yang justru menciptakan sebuah budaya baru, menciptakan sebuah dunia baru,sebuah dongeng baru, sebuah wawasan baru, sebuah teori baru, menghidupkan sebuah karakter baru yang ilusi, semuanya berasal dari si pembuat film yang kemudian akan diikuti secara tidak sadar oleh penontonnya. Mengapa ketika sebuah film besar seperti Harry Potter, Spiderman atau bahkan Star Wars bisa membuat orang tergila gila membeli semua merchandaisenya mulai dari peralatan hingga pakaiannya ? karena penonton menerima sebuah karya yang berhasil diciptakan oleh si pembuat film sehingga dengan sendirinya karya itu menjadi sebuah budaya baru yang akan dikenang dan diikuti oleh generasi seterusnya bahkan terkadang budaya yang baru ini bisa mematikan budaya yang lama. Kita lihat saja ketika sebuah trend bisa berganti dari masa ke masa hanya karena pengaruh sebuah film, bagaimana ketika film Ghost di tahun 90 an kala itu membuat para wanita tergila gila dengan rambut ala Demi Moore. Dengan kata lain film sukses melahirkan sebuah budaya baru yang lebih ampuh racunnya mempengaruhi. Sebuah pengaruh posistif yang disematkan secara diam diam akan menjadi baik tetapi ada kalanya bisa menjadi buruk pula, contohnya melihat bagaimana banyaknya kejadian anak kecil yang terjun dari lantai gedung akibat teracuni tontonan Superman atau Spiderman. Tentu saja itu bukan salah film nya tetapi itu adalah sebuah bukti bahwa betapa kuatnya pengaruh sebuah film jika salah di pahami karena itu para orang tua memang harus hati hati memilih tontonan bagi anak anaknya atau minimal mendampingi ketika menonton meskipun dikira itu hanya film hiburan biasa. Dalam film Tom and Jerry antara tikus dan kucing kejar kejaran begitu saja bisa membuat psikologis anak merasa bahwa kekerasan itu hal yang biasa karena menonton adegan pukul memukul yang cukup extrim dipertontonkan antara Tom and Jerry yang sepintas kita anggap hanya kartun biasa. Sekali lagi semua itu bukan salah tayangannya tetapi penontonlah yang harus bijak memilihnya dan menyikapinya karena pengaruh film hiburan seperti itu justru lebih mudah masuk ke otak bawah sadar daripada jika kita memperlihatkan mereka film edukasi. Semakin kita tidak menyadari dimana nilai edukasi film itu maka semakin nilai nilai film tersebut mudah masuk kedalam otak bawah sadar kita. Jika kita sadar dan tahu dimana nilai edukasinya maka tentu otak kita akan memfilternya terlebih dahulu sehingga tak mudah menancap pesannya.

Film juga secara tidak langsung sebenarnya sudah mempengaruhi pola pikir masyarakat dari generasi ke generasi, mengubah Mind set, mencuci otak hingga meracuni bagi yang fanatik dengan idolanya. Pernahkan melihat film film dimasa perang dunia kedua dulu ? kala itu film dijadikan sebagai Propaganda politik, bahkan film film Rusia kala itu semacam Battleship Potemkim sangat tahu bagaimana memanfaatkan media film sebagai alat yang paling ampuh mempengaruhi masyarakat. Film ini adalah film bisu yang disutradarai oleh Sergei Eisenstein dan diproduksi oleh Mosfilm pada tahun 1925 di Uni Soviet. Film ini menampilkan dramatisasi pemberontakan awak kapal perang Rusia, Potemkin, terhadap pemimpin mereka di bawah rezim tsar pada tahun 1905.
Film ini disebut sebagai salah satu film propaganda yang paling berpengaruh sepanjang masa, juga sebagai film terbaik sepanjang masa pada Expo 58 di Brussels, Belgia
Film film itu bukanlah berbentuk dokumenter atau film penyuluhan semacam iklan layanan masyarakat, tetapi film hiburan yang sekilas kita akan menganggapnya film fantasi namun sebenarnya sarat dengan nilai propaganda tinggi, bahkan film komedi di masa itu dari Amerika seperti Chaplin saja yang yang terlihat sebagai sebuah hiburan biasa namun di curigai merupakan sebuah film propaganda dalam rangka menjelek jelekan dan mengolok ngolok Hitler dimasa itu yang dikenal dengan kumisnya yang khas. Pada jaman itu film memang betul betul dimanfaatkan sesuai fungsinya menghibur namun telah disusupi pesan politik meskipun  tidak terkesan sebagai produk berbau politik karena itu lebih mudah mengena dan diterima di otak penontonnya.
Saya meyakini bahwa ketika film film America yang sering menjadikan Para pemain Kulit Hitam menjadi Presiden Amerika walaupun hanya dalam sebuah film, namun itu telah menjadi sesuatu yang perlahan lahan mengubah Mindset masyarakat Amerika bahwa suatu saat mereka bisa saja dipimpin oleh seseorang yang berkulit hitam. Hingga akhirnya apa yang selama ini hanya tergambar lewat fantasi film tersebut bisa menjadi nyata ketika Obama yang berkulit hitam bisa duduk menjadi Presiden di alam nyata sesungguhnya. Padahal kita tahu sejarah Amerika yang tadinya sangat Rasis bisa perlahan lahan berubah seiring jaman. Film telah berhasil mempengaruhi dan membentuk pola pikir masyarakatnya yang tadinya berbeda menjadi menerima. Pola seperti ini pula yang saat ini sedang saya terapkan dalam film film saya selama ini di Papua dengan menjadikan anak anak dari Timur menjadi Protagonis dalam film action yang selama ini sering menempatkan orang orang Timur sebagai penjahatnya sehingga menjadi sebuah mindset yang melekat. Di Amerika bahkan sudah lebih maju dimana banyak tokoh superhero yang dimainkan oleh aktor kulit hitam, saya pikir di Indonesia pun seharusnya begitu, semua pandangan yang tabu, mindset yang sempit bisa dibuka lewat mimpi dalam fantasi sebuah film, lama kelamaan bukan tidak mungkin mimpi itu akan jadi kenyataan, contohnya saja sebelum manusia bisa kebulan sebelumnya sudah ada yang membuat cerita tersebut walaupun hanya sebuah dongeng, namun siapa sangka jika akhirnya dongeng itu akhirnya jadi kenyataan ? Ada banyak hal yang dulunya hanya berupa film yang dianggap fantasi dan tidak masuk akal, dianggap hanya mengarang saja tanpa fakta namun kemudian dimasa sekarang semua itu menjadi nyata, film memberikan motivasi penemuan baru, fakta baru dan penciptaan budaya baru. Karena itulah saya memang lebih cenderung membuat cerita kearah fiksi yang fantasi daripada kenyataan, sebab kenyataan sudah pasti bisa di gapai dan jalani didepan mata tetapi sebuah masa depan hanya bisa tergambar lewat fantasi sehingga lewat itulah yang akan menciptakan sesuatu yang bisa saja akan menjadi nyata. Ibarat membawa sebuah mimpi yang kemudian diwujudkan menjadi nyata.  Jika sudah berbentuk nyata buat apalagi diwujudkan ? tugas para pemimpi itu adalah berjuang mewujudkan sesuatu yang dianggap orang omong kosong, mimpi,bualan,hayalan menjadi sebuah kenyataan meskipun itu harus dimulai dari sebuah ilusi audio visual yang akan dijadikan prototype perwujudan aslinya dialam nyata, sebuah contoh dimana robot robot yang dulunya hanya bisa di ilusikan dalam animasi film film akhirnya kini bisa betul betul diwujudkan secara nyata. Mungkin dulu yang menonton film menganggap semua itu hanya hayalan pembuat film saja tetapi buktinya kini menjadi nyata.

Kembali pada kisah para remaja sekarang yang cenderung gayanya mengikuti dan terpengaruh oleh pola tontonan masa kini ala kebarat baratan ataupun sifat yang menyerupai drama sinetron di televisi, tentu saja itu bukan perkara mudah untuk diubah kembali sesuai norma budaya kita. Saya juga yakin jika 100 film bertema pendidikan dan pesan moral yang jelas jika dipertontonkan di mata mereka tidak akan mampu mengubah pandangan mereka untuk mengikuti satu tontonan hiburan yang mereka sukai dan idolai mati matian. Ketika dimana otak bawah sadar mereka lebih mudah menerima semua pesan yang dianggap negative itu daripada ratusan pesan positif yang tersampaikan secara tendensius dan disadari serta diwaspadai oleh mereka. Ketika mereka disuguhkan sebuah film berbau embel embel pesan moral maka belum juga menonton mungkin saja mereka akan menolak melihatnya, karena sudah merasa akan diceramahi atau di gurui, bahkan terkadang kita mendengar pernyataan seperti ini “Kalau mau di didik jangan ke bioskop lah mendingan ke sekolah, kebioskop kan untuk cari hiburan”. Pernyataan itu memang tidak salah sesuai fungsinya film memang sejatinya harus menghibur, didalam hiburannya itulah kemudian ada pesan pesannya secara halus nantinya kita dapat. Jadi pengertiannya bukan dibalik sebab jika dibalik itu sama saja dengan sekolah di TK atau Playgroup dimana tujuan utamanya Edukasi yang dibumbui dengan hiburan buat anak anak supaya mereka tidak jenuh. Prinsip Film adalah Hiburan yang dibumbui dengan edukasi sebagai salah satu elemen jika diperlukan didalamnya bukan sebaliknya.
Untuk lebih jelasnya, Bandingkan kedua adegan ini :
-          Dalam sebuah film bertema pesan moral dan pendidikan ada adegan seorang anak yang sedang mencuri lalu dinasehati oleh seorang guru yang lebih tua “hei nak kamu jangan mencuri, karena mencuri itu tidak baik” dan seterus….
-          Dalam film Spiderman ada adegan Peter parker sebelum berubah menjadi spiderman ia justru menggunakan kekuatan yang dimilikinya untuk mencari uang demi ambisi pribadinya pingin punya mobil agar bisa mendapatkan Mary jane, namun suatu ketika ia berpapasan dengan seorang penjahat dan ia justru memberikannya jalan meloloskannya hanya karena ia kesal pada bosnya yang memberinya upah uang sedikit, kejadian itu menjadi sumber bencana baginya ketika si penjahat ternyata membunuh pamannya yang sedang menunggunya dibawah. Sejak itulah peter akhirnya menjadi spiderman membasmi semua penjahat karena tak ingin kejadian itu menimpa keluarganya lagi.
Dari kedua adegan diatas tentu saja yang adegan pertama pesan yang disampaikan terlalu verbal dan vulgar sehingga akan berhadapan dengan otak sadar penonton. Penonton tentu akan mencernanya dulu sebelum diterima, bisa jadi ada penonton yang akan menolak pesan itu karena dianggap hanya sebuah akting saja seperti sebuah iklan, atau mungkin jika ada penonton yang kebiasaannya memang suka mencuri akan tertawa saja melihat adegan ini. Namun di adegan kedua justru pesan moral yang ditangkap dari peristiwa yang digambarkan sebagai sebuah dongeng sederhana itu justru lebih mengena karena tidak dianggap sekedar akting. Penonton terbuai dengan adegannya, menyukainya sehingga pesan pun masuk secara tidak disadari. Penonton terutama anak anak akan tertanam secara tidak sadar bahwa jiwa kepahlawanan membasmi kejahatan harus muncul demi semua orang bukan karena ambisi pribadi akhirnya kita menyesal ketika kejahatan dibiarkan merajalela dan pada akhirnya bisa merugikan keluarga kita sendiri.
Mengapa pola seperti ini justru lebih banyak digunakan oleh para pembuat film barat daripada pembuat film lokal kita ? sebab di Indonesia kita masih berputar pada sebuah pemahaman bahwa film yang baik itu adalah film yang mendidik,mengandung pesan moral dan sebagainya, semua orang kita berlomba lomba membuat film yang ada pesan moralnya sehingga bisa dipuji wah bagus ini film yang mengandung pesan moral, ini film yang mengangkat ini dan itu, tujuan utama membuat film akhirnya menjadi ingin membuat film yang mendidik melupakan nilai hiburannya, sementara orang orang di Barat telah menyematkan pesan pesan moral mereka itu kedalam film film hiburan yang selama ini kita menganggapnya tidak ada pesan moralnya. Bahkan jangankan pesan moral lewat cerita, semua aspek apapun termasuk nilai nilai artistik dalam film film luar mengandung daya pengaruh ke otak bawah sadar kita misalnya pemilihan kostum superman yang mewakili warna bendera Amerika, itu tidak secara langsung tertanam dalam mindset kita ketika melihat bendera Amerika sehingga ketika tokoh itu superhero maka kita akan ingat pula negaranya sebagai Negara superhero.
Cara paling efektif jika ingin mendidik generasi muda kita sesuai dengan apa yang kita inginkan tersebut adalah dengan cara yang sama dilakukan oleh pembuat film yang mereka sukai tersebut, yakni bagaimana memikat mereka lebih dahulu dengan hiburan yang mereka sukai dalam film tersebut, setelah mereka terpikat otomatis semua pesan yang disematkan didalamnya akan masuk secara tidak sadar ke benaknya. Ini jauh lebih berpengaruh daripada mereka di paksa mendengarkan sebuah ceramah tentang moral yang mereka akan berupaya menolaknya lewat otak kesadarannya karena dianggap mengguruinya. Inilah makanya banyak iklan atau sponsor yang lebih suka menempatkan produk mereka kedalam sebuah adegan film dari pada iklan, contohnya ketika ada adegan seorang idola di film meminum sebuah minuman bermerk tertentu dalam sebuah film tanpa terlalu menonjol, maka secara tidak langsung alam bawah sadar penonton yang fans kepada idolanya akan mengingat merk itu dan menerimanya daripada merk yang mereka dapatkan dari iklan resmi produk tersebut. hanya saja penempatan iklan dalam adegan film yang terkadang juga terlalu vulgar sehingga menjadikan antipasti dari penontonnya karena mereka sadar jika yang dilihatnya itu adalah iklan sebuah produk. Sebuah contoh penempatan iklan yang baik dan tidak terasa aroma iklannya adalah misalnya pada adegan film Home Alone 2 dimana si anak kecil memberikan tips kepada pelayan hotel dengan memberikannya permen, adegan itu seakan hanya sebuah adegan lucu namun sebenarnya menampilkan merk dari permen tersebut secara tidak disadari oleh penonton dan dengan begitu merk produk itu sukses masuk ke otak bawah sadar penonton.

Komunikasi dalam sebuah film juga bukan hanya diartikan membawa pesan moral atau pun sponsor tetapi sebagai sebuah media bercerita bagi pembuatnya. Lihat saja film film Iran dimana pembuatnya selalu bercerita tentang kultur masyarakat disana, atau bahkan dalam film Taste of Cherry yang menggambarkan kisah pencarian seorang yang ingin bunuh diri, isi filmnya berjalan jalan mengitari sebuah wilayah di Iran, namun itulah cerita tentang bagaimana alam geografis Iran yang sedang dituturkan dan diperlihatkan oleh pembuatnya kepada penontonnya, ibaratnya kita bercerita tentang bagaimana suasana dan gambaran kampung halaman kita kepada teman kita yang jauh.

Dalam film film saya sendiri sejak saya membuat film pertama hingga film yang ke enam ini di tanah kelahiran saya Merauke Papua, selalu ada komunikasi yang saya sampaikan ke penonton melalui alam bawah sadar tersebut. Sesuatu yang sangat menonjol dan selalu berulang ulang saya gambarkan dalam film film saya adalah tentang gambaran geografis Papua Selatan dimana saya dilahirkan. Sebuah wilayah yang dekat dengan dataran pantai dan rawa bukan gunung (selama ini banyak orang diluar papua yang mengira semua wilayah papua itu berbentuk pegunungan) Semua terekam dalam adegan seperti wajah kampung dan wajah kota yang begitu timpang ketika orang orang dikota begitu ramai dan hidup mewah seperti kota besar lainnya yang maju sedangkan di kampung kampung masyarakat hidup dalam kesederhanaan dan rumah rumah yang tidak layak. Jalanan  yang sulit menjangkau dari satu kampung ke yang lainnya, serta hegemonitas dan proses asmilasi masyarakat di Papua Selatan yang berbeda dengan wilayah Papua lainnya.
Film bagi saya adalah sebuah cara untuk berbicara menjawab semua pertanyaan, membalas semua hasutan, mengcounter segala bentuk fitnah, serta menceritakan dari sudut pandang di tempat saya lahir sehingga mungkin akan berbeda penafsirannya jika kita memandangnya dari luar. Sebagai contoh dalam Film Epen Cupen The Movie diadegan awal film ada shot Pemainnya berdiri didepan sebuah Mall besar bertingkat seperti dikota kota besar. Dan di Mall itu ada tulisan Jayapura Mall. Ini adalah sebuah jawaban yang saya berikan kepada orang orang yang sering sekali menganggap Papua itu seakan akan semuanya masih hutan dan tak ada Mall. Lalu juga ada adegan ketika pemain dari sebuah kampung kecil menuju kekota harus mendayung perahunya siang dan malam. Ini tentu saja hal yang dekat dengan keseharian saya di sana dimana dikampung kelahiran saya Muting, para penduduk didesa desa kecil disepanjang kali bian memang harus menggunakan transportasi perahu kecil yang dikayuh siang dan malam hanya untuk menuju ke kecamatan saja. Alam geografis di Papua tidak seperti di wilayah Barat Indonesia yang bisa ditempuh lewat jalan darat ataupun transportasi semacam bis dan kereta, minimnya transportasi layak antar daerah di Papua ini selalu berkali kali saya tonjolkan dalam film film saya selama ini. Dalam beberapa film lainnya malah berisi bagaimana saya menjawab dan menjelaskan pandangan keliru orang dari film film sebelumnya. Penjelasan tidak harus lewat kata kata tetapi lewat adegan, yang seperti inilah yang biasanya tidak disadari penonton tetapi otomatis sudah masuk dan diterima oleh otak bawah sadarnya. Yang kita lihat nanti hanya dampak yang terjadi setelah menonton saja bukan pendapatnya atau ulasan verbalnya. Terkadang si penonton menilai dengan lidah nya secara sepele atau berupaya mengabaikannya bahkan menolaknya, tetapi otaknya bawah sadarnya sendiri sudah menerimanya menjadi sebuah wawasan baru menancap tanpa disadarinya. Semua itu baru akan terlihat jika suatu ketika ia berhadapan dengan sebuah situasi yang mengharuskan ia menjelaskan sebuah hal dikenyataan yang kebetulan pernah dilihatnya di film tersebut, maka ia akan bercerita seakan akan ia sudah mengenalnya baik padahal semua itu ia dapatkan dari film yang pernah dilihatnya dan ditolaknya secara akal sehat tersebut, ternyata akal bawah sadarnya masih menyimpannya.

Ada beberapa film saya yang mungkin hanya ditangkap penonton sebagai sebuah hiburan saja atau mungkin juga mengira tak ada pesan didalamnya, ya itu justru jadi berhasil ketika penonton tidak menyadari ada pesan didalamnya, dengan begitu pesan sudah masuk lewat alam bawah sadar mereka, itulah yang terjadi lewat otak alam bawah sadar tadi. Saya sangat menghindari sebuah pesan vulgar yang jelas karena tentunya akan kurang efektif mengena dibandingkan pesan terselubung lewat alam bawah sadar tadi. Mungkin sama hal nya ketika kita bertanya apa pesan moral dalam film Harry Potter ? mungkin sulit mencarinya karena yang teringat dalam otak sadar kita hanya adegan adegan spektakuler serta efek visualnya saja padahal sebenarnya dalam setiap adegan nya dipenuhi banyak pesan moral juga hanya saja semua secara halus di blend kedalam cerita dan adegan bukan secara verbal.
Saya tidak menampik juga jika dalam beberapa film saya yang memberikan pesan moral secara gamblang dan jelas secara verbal, bahkan dalam adegan ending di Epen Cupen the Movie pun ada adegan ketika pemain protagonisnya harus mengucapkan beberapa kata yang kesannya terasa menasehati/menggurui penonton. Namun saya hanya menempatkan pesan vulgar itu diending film saja sebagai puncaknya setelah sebelumnya sebenarnya saya sudah menggiring opini dan perasaan penonton kearah maksud seperti yang diucapkan secara gamblang tersebut. Tapi sekali lagi saya lebih merasa bahwa pesan yang saya sampaikan secara tersirat akan lebih mengena dibandingkan pesan verbal yang diucapkan secara jelas tersebut. Dan pesan pesan tersirat itu ada di semua bagian film sekecil apapun meskipun penonton mengira itu hanya hiburan saja.


Jakarta, 21 Desember 2015
Acho

No comments:

Post a Comment