Sesuai dengan janji saya untuk mencoba membuat sebuah terobosan baru bagi dunia audio visual bagi kami yang tinggal di negeri diufuk timur ini maka Film NOBLE HEARTS mentari di ufuk Timur berhasil mewujudkan impian itu dengan mengadakan launching dan tour kelilling beberapa kota besar di Papua (masih berlanjut hingga kini) Ini menandakan bahwa sebuah karya yang dibuat di ujung timur ini haruslah ditonton duluan oleh masyarakat diujung timur ini juga, sebagaimana matahari yang bersinar dari timur duluan, kamilah masyarakat di Papua yang menyaksikan matahari itu duluan muncul daripada saudara saudara kita yang tinggal di bagian tengah dan barat. Namun mirisnya dalam bidang perfilman selama ini kami dibagian timur adalah orang orang yang selalu ketinggalan menyaksikan sebuah film Nasional sekalipun itu dibuat atau diproduksi diatas tanahnya sendiri karena selalu di putar dahulu di bagian barat duluan. indonesia Bagian Barat seakan menjadi tolak ukur kesuksesan sebuah produk entertainmen. kami dibagian timur hanya selalu kebagian menyaksikannya lewat DVD BAJAKAN saja. Itulah makanya masyarakat dibagian ujung Indonesia ini akhirnya lebih terbiasa menjadi konsumen DVD Bajakan daripada harus nonton ke gedung, apalagi sekarang tidak ada bioskop pula. jadilah kami berupaya menyulap gedung gedung pertunjukan adakan, mulai dari Ballroom Swiss Bell Hotel, gedung rapat Pemda sampai Gedung Olah Raga.
bermacam tantangan harus kami alami mulai dari masyarakat yang mengira ini adalah film lokal karena kenapa harus diputar di Papua duluan ? katanya kalau memang film Nasional kan seharusnya di putar di bioskop 21 dulu. Tapi jawaban saya kalau memang sikap seperti itu yang selalu di tunjukkan orang orang kita maka sampai kapan kita menjadi yang duluan ? sampai kapanpun orang orang di Merauke tidak akan pernah melihat sebuah film Nasional di bioskop 21 duluan karena memang tak ada gedung bioskop 21 di kota ini. itulah makanya kalian di istimewakan dengan diberikan suguhan pertama kalinya yang menyaksikan sebelum akhirnya film ini masuk ke bioskop 21 pada 3 Juli 2014 nanti. namun niat baik untuk memberikan suguhan pertama kali terkadang juga ada yang menganggapnya mereka ingin menontonnya apabila sudah masuk bioskop 21 dulu.
hal hal tersebut menunjukkan bahwa terkadang memang untuk memajukan sebuah daerah kita masih akan menemui orang orang yang pikirannya tak ingin menjadi terdepan karena mereka lebih memilih menjadi orang yang terbelakang saja, alias bagi mereka mungkin apabila film ini sukses di Jakarta barulah mereka mau menontonnya juga apalagi jika sudah masuk infotainmen. maka itulah yang disebut orang orang yang kehilangan identitas kedaerahannya. mereka hidup didaerah tapi selalu berpatokan pada selera kota besar dibagian barat. hilanglah sudah kecintaannya pada seni didaerahnya mereka menjadi pengikut kebudayaan barat. pantaslah jika banyak unsur unsur budaya lokal yang saat ini makin punah di generasi sekarang, namun saya dan teman teman dari Papua selatan Film Community akan terus berupaya mengabadikan budaya budaya lokal yang hampir punah itu dalam film film kami selanjutnya.
dan berikut ini berita berita tentang perjuangan kami selama ROAD SHOW NOBLE HEARTS di Papua.
semua diselenggarakan oleh Papua Selatan Film Community yang bekerjasama dengan King Production
VIDEO RANGKAIAN TOUR PAPUA NOBLE HEARTS
Awal Februari, Film ‘Mentari Diufuk Timur’ Ditayangkan di Merauke
1158 Views
Merauke (SULPA) - Film
berjudul Noble Hearts (Mentari Diufuk Timur) yang disutradarai oleh
Irham Acho Bahtiar akan ditayangkan pertama kali di Kabupaten Merauke.
Film yang banyak memberikan pesan
moral tentang pendidikan itu dibuat di Distrik Muting, Kabupaten
Merauke, sehingga ditayangkan pertama kali di Merauke, 5 Februari 2014.
Irham Acho Bahtiar, sutradara film
itu saat ditemui SULUH PAPUA di Merauke, Selasa (28/1/2014) mengatakan,
film dengan standar nasional ini menggambarkan kondisi pendidikan di
Timur Indonesia, terutama Papua. Bahwa kondisi pendidikan di ujung Timur
nusantara ini cukup parah sehingga membutuhkan peran semua pihak.
“Muting saya pilih sebagai
lokasi shuting karena saya lahir dan besar disana, sehingga memudahkan
saya untuk melakukan riset sebelum saya membuat film ini. Saya sangat
memahami kehidupan masyarakat disana dan banyak kisah nyata tentang
pendidikan disana pada masa saya kecil digambarkan dalam film ini,”
ujarnya.
Dikisahkan bahwa kondisi
pendidikan di daerah itu sangat parah sejak tahun 1997, mengalami
kekurangan guru, bahkan hanya satu guru di satu sekolah.
Tak hanya itu, anak usia sekolah
yang sebenarnya mempunyai kesempatan untuk sekolah tetapi lebih memilih
ikut orangtuanya ke hutan.
Film yang menceritakan kondisi
pendidikan di Muting itu digarap putra/i asli Merauke yang tergabung
dalam Papua Selatan Film Community binaan King Production Jakarta.
Rencananya akan ditayangkan di seluruh Indonesia.
sumber :
http://suluhpapua.com/read/2014/01/29/awal-februari-film-mentari-diufuk-timur-ditayangkan-di-merauke/
ANAK MERAUKE ‘TELORKAN’ FILM MENTARI DI UFUK TIMUR
Merauke, Jubi (28/1) – Irham Acho Bahtiar, kembali ‘menelorkan’ satu lagi film hasil karyanya, setelah film Melodi Kota Rusa dan Spok yang telah beredar luas diberbagai kalangan termasuk di luar negeri. Film yang digarap kali ini diberi judul Mentari di Ufuk Timur dengan fokus pada persoalan tentang pendidikan.
Kepada sejumlah wartawan di Swisbelt Hotel Selasa (28/1), Acho yang juga sebagai sutradara itu mengungkapkan, film tersebut digarap sejak Bulan Mei 2012 silam dengan fokusnya adalah di beberapa kampung di Distrik Muting serta Kota Merauke. Para pemain yang terlibat dalam film, sebagian besar adalah anak-anak asli Papua. Juga artis dari Jakarta termasuk Edo Kondologit.
Film tersebut, lanjut Acho, lebih mengedepankan tentang kisah perjalanan anak-anak di kampung-kampung di Distrik Muting pada tahun 1997. Dimana, saat itu, banyak anak-anak tidak dapat melanjutkan studi ke bangku SMA. Setelah tamat SMP disana, lebih memilih mengikuti orangtua ke hutan mencari makan. Karena belum ada SMA yang dibangun pemerintah.
“Banyak pesan moral kami tuangkan dalam Film Mentari di Ufuk Timur itu terutama berkaitan dengan perjalanan pendidikan. Sesuai rencana, film tersebut akan dilounching pada Bulan Pebruari 2014 di Swisbelt Hotel serta GOR dan beberapa tempat lain,” ujarnya.
Setelah di Merauke, demikian Acho, film dimaksud dilounching di bioskop twenty one di Jakarta. Nantinya para pejabat dari Merauke juga akan diundang untuk menghadiri secara langsung. “Ya, orang-orang di Jakarta juga bisa melihat tentang permasalahan pendidikan kala itu dan mungkin sampai sekarang masih dialami serta dirasakan di kampung-kampung,” tandasnya.
Ditanya alasan mendasar melakukan shuting di beberapa kampung di Distrik Muting, Acho mengatakan, agar dirinya tidak salah. Karena ia juga lahir dan besar disana. “Ya, saya ikut merasakan dari kecil tentang susahnya anak-anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Jika mengambil gambar di tempat lain, takutnya akan lama meriset dan memakan waktu hingga bertahun-tahun,” tandasnya.
Lebih lanjut Acho mengaku, hasil karya film yang dibuat ini, sudah pasti akan diterima oleh orang Papua. Tetapi belum tentu diterima orang di Jawa sana. Jadi, sangatlah dilematis. Namun demikian, dirinya tetap mempunyai suatu komitmen untuk membuat dan atau menghasilkan yang terbaik untuk masyarakat di Tanah Papua. Tetapi harus diingat juga bahwa dua film yang telah dihasilkan, mendapat respon sangat besar dari beberapa negara asing.
Disinggung tentang anggaran yang digunakan mulai proses penggarapan hingga finishing film, Acho mengaku, sangat besar. Awalnya ada niat untuk meminta dukungan dana dari Pemkab Merauke. Hanya saja, diurungkan dan mencari produser di Jakarta untuk membiayai. Disamping itu, donatur lain di Merauke seperti BNI, Dealer Yamaha serta beberapa donatur lain.
“Saya ingin menyampaikan lagi bahwa film ini tidak sekedar film. Tetapi kita dididik untuk bagaimana mengikuti serta memaknai secara mendalam akan pendidikan di era tahun 1997 dan mungkin sampai sekarang masih terjadi,” katanya.
Menyangkut tingkat kesulitan yang dihadapi saat menggarap film, Acho mengaku, terlalu banyak. “Saya harus katakan bahwa masyarakat di kampung-kampung belum memahami dengan baik tentang suatu film yang dihasilkan. Mereka mengira jika itu adalah proyek komersil untuk mendapatkan uang. Sehingga terkadang kita diusir bahkan harus meminta bayaran lagi jika tempatnya digunakan. Padahal, makna dibalik film tersebut sangat besar,” tandasnya.
Secara terpisah Kepala BNI Cabang Merauke, Fery Siahainenia mengatakan, Film Produksi King Production dan Papua Selatan Flm Comunity yang disutradarai Irham Acho Bahtiar sangat bagus dan menarik. Sehingga pihaknya memberikan dukungan dan ikut terlibat. Karena film dimaksud mengandung nilai pendidikan sangat tinggi. (Jubi/Ans)
sumber : http://tabloidjubi.com/2014/01/29/anak-merauke-telorkan-film-mentari-di-ufuk-timur/
Di Kota Merauke sendiri sebuah penghargaan spesial bagi insan film di Merauke karena Bapak Bupati dan Wakil Bupati Merauke menyempatkan hadir dan membuka Launching Film di Ballroom Hotel Swiss Bell
BERIKUT FOTO FOTO SAAT LAUNCHING DAN PENAYANGAN DI MERAUKE
5 - 10 FEBRUARI 2014
Bupati Merauke Launching Film Mentari Dari Ufuk Timur
Merauke, InfoPublik - Film Mentari
Dari Ufuk Timur yang digarap dan diproduksi langsung oleh King
Production bersama Papua Selatan Film Community di Distrik Muting dan
sejumlah tempat di Merauke akhirnya dilaunching oleh Bupati Merauke Drs
Romanus Mbaraka sekaligus pemutaran perdana berlangsung di Swiss
Belhotel Merauke, Rabu (5/2) kemarin sore.
Launching ini disaksikan pula Wakil Bupati Sunarjo, Danrem 174/ATW
Brigjen TNI Bambang Haryanto, Dandim 1707 Merauke Letkol Inf. Dedi Hardono dan Kapolres Merauke AKBP Sri Satyatama, SIK.
Brigjen TNI Bambang Haryanto, Dandim 1707 Merauke Letkol Inf. Dedi Hardono dan Kapolres Merauke AKBP Sri Satyatama, SIK.
Film yang diangkat
dari kisah nyata tentang perjuangan pendiri SMA di Muting ini diperankan
sejumlah aktor dan aktris nasional, Mathias Muchus, Edo Kondologit,
Nadine Chandrawinata dan Saddam Bassalamah.
Kepala Dinas
Parawisata dan Kebudayaan Kabupaten Merauke Drs Daud Hollenger yang juga
sebagai salah satu pemeran dalam film ini mengungkapkan, film ini
merupakan karya anak Merauke Irham Acho Bahtiar yang juga sekaligus
sutradara dari film, yang mencoba mengangkat Merauke lewat dunia film.
''Dia telah
mendedikasikan karya-karyanya dengan memotret wajah Merauke baik
keindahan alamnya, ekonominya maupun sosial budayanya,'' katanya.
Bupati Merauke
Romanus Mbaraka, MT saat melaunching meminta kepada Papua Selatan Film
Community, khususnya Irham sebagai sutradara dari film tersebut untuk
tidak berhenti berkarya.
Sebab, lanjut
Bupati, Pemerintah akan terus mendorong bagi anak-anak Merauke yang
mulai menggeluti dunia intertaiment. ''Terima kasih atas untuk karya
kamu semua. Jangan stop untuk berbuat untuk Indonesia di ujung Timur
Merauke,'' katanya.
Menurut Bupati,
Merauke saat ini sudah berusia 112 tahun pada 12 Februari besok. Namun
di usia yang lebih 100 tahun tersebut, pendidikan anak-anak Marind di
daerah Muting, Kawasan Bian sangat sulit.
''Seperti yang
diketahui, pendidikan untuk Merauke mungkin maju, tapi di
kampung-kampung yang merupakan kampung lokal yang dihuni masyarakat
lokal, tidak berjalan dengan baik. Tidak tahu susah dan kendalanya
dimana,'' kata Bupati.
Namun begitu,
lanjut dia, berbagai strategi telah dilakukan pemerintah. Bupati memberi
apresiasi atas penggaran film tersebut yang mengangkat dan memotret
wajah pendidikan di Merauke. Karena melalui film seperti ini akan bisa
menyadarkan semua orang bahwa pendidikan itu sangat amat penting.
''Sebenarnya
pendidikan itu sangat penting. Siapa yang tidak sekolah dia tidak akan
hidup di zaman yang akan datang dan akan terpinggirkan,'' katanya. (02/mcmerauke/Kus)
sumber :
http://www.infopublik.org/read/67505/bupati-merauke-launching-film-mentari-dari-ufuk-timur.html
PADA TANGGAL 21 DAN 22 FEBRUARI 2014
FILM NOBLE HEARTS DI PUTAR DI KOTA AGATS ASMAT PAPUA
BERIKUT FOTO FOTONYA
Film “Noble Heart: Mentari Di Ufuk Timur” Memotifasi Pendidikan di Tanah Papua
PAPUAN, Jayapura — Pemutaran perdana film “Noble Heart : Mentari Di Ufuk Timur” karya sutradada terkenal asal Merauke, Papua, Acho Setiawan beberapa waktu lalu diputar secara akbar dan dihadiri oleh ratusan penonton dari berbagai kalangan, mulai dari mahasisiswa, anak-anak dan orangtua.Tampak hadir juga sutradara, produser film, serta beberapa actor yang ikut bermain di dalam film yang dimainkan di Kampung Muting, Kabupaten Merake, Papua.
Mewakil Lembaga Masyarakat Adat (LMA), Festus Simbiak memberikan apresiasi atas dilaunching film tersebut, dan yang untuk pertama kalinya di putarkan di Auditorium Uncen, Jayapura.
“Tayangan yang lengkap, memberikan penjelasan yang nyata kepada bangsa ini, bahwa di Papua memerlukan penanganan yang serius. Saya sangat bangga dengan film ini, karena bukan cerita fiktif, tapi sebuah kisah nyata,” ujarnya.
Menurut Simbiak, daerah-daerah yang sangat terpencil di Papua masih banyak pemuda tidak mempunyai kesempatan untuk mendapat pendidikan yang layak, dan tayangan tadi merupakan realita yang sedang terjadi di Papua.
Dikatakan, perlu upaya-upaya tertentu untuk mengantisipasi kondisi seperti itu, sehingga, anak-anak bangsa ini yang ada di daerah yang sangat terpencil juga dapat mengenyam pendidikan.
“Saya harap pemerintah pusat, pemerintah provinsi Papua maupun pemerintah daerah tidak hanya di Merauke, tetapi di kabupaten-kabupaten yang lain bisa tergerak hati untuk mereka melihat kondisi yang di gambarkan oleh flim tadi,” ujarnya.
Sementara itu, Daud Hollenger, pemeran (Felix Wambrau), mengatakan film “Mentari Di Ufuk Timur” sangat menarik ditonton, sebab peristiwa tersebut terjadi di hampir seluruh wilayah di tanah Papua.
”Kita harus merefleksikan kembali apa yang salah dari pendidikan di tanah Papua. Ada banyak alasan klasik yang selalu di jadikan alasan dan membatasi berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak penyelengara pendidikan.”
Lanjut Hollenger, “Yang paling penting, bagaimana kita memberi hati dan kita bertanggungjawab untuk kebaikan banyak orang ketika kita hidup di atas tanah ini kita harus juga memberikan yang terbaik untuk Tanah Papua,” tegasnya.
Selaku Sutradara film bertema pendidikan, Irham Achobahtiar mengatakan, pembuatan flim tersebut karena merasa prihatin dan ingin mengangkat daerah tersebut, sehingga di perhatikan oleh pemerintah.
“Saya anak yang lahir di Muting, di mana flim ini dibuat. Jadi, waktu SMA saya mengalami hal itu di kampung Muting itu tidak ada SMA, makanya saya harus bersekolah di kota Merauke dan pada waktu itu saya sekolah film di Jakarta, ketika saya kembali tidak ada perubahan di kampung Muting, malah terjadi kemunduran di kampung itu.”
“Saya merasa prihatin, saya pikir saya harus membuat flim yang mengangkat kampung Muting ini agar di perhatikan oleh pemerintah diluar sana, dimulai dari tahun 2009 saya membuat flim ‘Melodi Kota Rusa’, saya tidak sangka flim itu menjadi fenomenal di seluruh Papua dan Timur sampai di Makassar. Ternyata dengan sebuah flim saya bisa mengangkat kampung Muting, akhirnya Muting diperhatikan oleh pemerintah kita di Merauke sejak flim itu ada,” tuturnya.
“Setelah itu saya terus membuat film, dan ini yang kelima, saya prihatin sekali dimana dan dengan film ini di buat saya bisa memberitahu bahwa ada sesuatu yang terjadi disana entah apa yang harus kita carikan solusinya sehingga mereka ini bisa bersekolah. Bukan untuk pemerintah saja, tetapi kepada semuanya, termasuk masyarakat kita sendiri,” tegas Acho, panggilan akrab sutradara film ini.
Sementara itu, Ketua BEM Uncen, Yoan Wanbitman memberikan apresiasi yang sangat besar, karena film tersebut menjadi motifasi tersendiri terhadap pendidikan di Papua.
“Terimakasih kepada bang Irham, serta rekan-rekan yang sudah mengangkat dunia perfliman di Papua dan sudah mengangkat budaya Papua. Mulai dari pertama hingga akhir flim ini banyak pesan-pesan yang di sampaikan, pemerintah juga harus nonton ini menjadi masukkan , menjadi potret kehidupan pendidikan yang terjadi di Papua,” kata Yoan.
Lanjut Yoan, “Film ini menjadi satu motifasi buat kami kaum muda, dan kami dari BEM Uncen kedepannya akan melakukan kajian-kajian bersama dengan lembaga Uncen sendiri dan juga lembaga LSM yang ada di luar dalam bidang pendidikan, budaya, perfliman,” tutup Ketua BEM Uncen yang baru terpilih ini.
Sutrada film Noble Heart: Mentari Di Ufuk Timur mengabarkan melalui laman facebooknya, rencananya, film ini akan diputar secara serentak di berbagai bioskop di seluruh Indonesia pada tanggal 4 Juli 2014 mendatang.
AGUS PABIKA
SUMBER :
http://suarapapua.com/2014/04/film-noble-heart-mentari-di-ufuk-timur-memotifasi-pendidikan-di-tanah-papua/
RANGKAIAN FOTO PEMUTARAN FILM DI GEDUNG AUDITORIUM UNIVERSITAS CENDRAWASIH JAYAPURA PAPUA
3 comments:
Mantap kax..
full movie ada kakak ?
The Best Casino Sites in the UK 2021 - LuckyClub
Find The Best Casino Sites for 2021 with LuckyClub's amazing range luckyclub.live of online casino games & casino games, including slots, live dealer,
Post a Comment