Simaklah berita seputar pasar Film Cannes tahun 2010 lalu :
Festival Film Cannes
Film Horor Indonesia Laku Keras
Film horor Indonesia, ternyata berpeluang besar untuk dijual di pasaran internasional. Dari 18 film nasional yang dibawa ke ajang Festival Film Cannes 2009, lima judul film dibeli distributor internasional. Dari lima judul itu, empat di antaranya bergenre horor.
Lima judul yang terjual adalah Ayat-Ayat Cinta (MD Entertainment), Mati Suri (Maxima Entertainment), Kereta Hantu Manggarai (Rapi Films), Kuntilanak 3 (Multivision Plus), dan Pulau Hantu (Multivision Plus).
Ketua Delegasi Indonesia yang datang ke festival itu, Tjetjep Permana menyebutkan, pangsa film horor kita di dunia internasional, ternyata memiliki pencintanya sendiri. "Saya juga tidak tahu, ternyata film horor kita cukup disukai. Buktinya, ada empat judul yang laku," ujarnya ketika dihubungi SP, Senin (25/5).
Tjetjep yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Nilai Seni, Budaya dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata itu menilai, genre horor Indonesia memang banyak dikritik di dalam negeri, tapi nyatanya, memiliki segmen tersendiri di kancah internasional. Dibandingkan dengan judul-judul horor Thailand yang sudah terbukti kualitasnya, Tjetjep menyebutkan, cerita horor Indonesia memiliki keunggulan tersendiri. "Ada cerita lokal yang tidak dimiliki di negara lain. Ini yang bisa dijual di pasar internasional," sebutnya.
Ke depannya, menurut Tjetjep, harus ada perbaikan kualitas film yang akan dijual. Perbaikan kualitas ini selain akan memperlebar pangsa pasar, juga akan menguatkan posisi film Indonesia di dunia internasional. "Syukur-syukur film kita tidak hanya ikut jualan, tapi juga ikut lomba festivalnya," sebut Tjetjep.
Sampai saat ini, sejumlah film yang dibawa ke Festival Film Cannes belum diikut sertakan dalam perlombaan, tetapi hanya dijual ke distributor internasional. "Syarat-syarat untuk perlombaannya sendiri sangat berat. Banyak yang harus diperbaiki jika menginginkan film kita ikut lomba di ajang itu," tambah Tjetjep.
sumber :
http://202.169.46.231/News/2009/05/26/Hiburan/hib01.htm
dan disini :
Sejak dua tahun lalu, Depbudpar memang rajin membuka stan untuk menjajakan karya film lokal agar bisa dipasarkan secara internasional. Di antara 19 film yang dibawa, tujuh film bergenre horor dan empat di antaranya terbilang laris di salah satu festival film paling bergengsi di dunia itu. Padahal, Direktur Film NBSF Ukus Kuswara mengatakan, film horor bukan termasuk film unggulan dari Indonesia. Yang diunggulkan justru film-film yang dianggap mewakili budaya dan kondisi negara Indonesia, seperti Jamila dan Sang Presiden, Ayat-Ayat Cinta, Generasi Biru, atau Queen Bee.
sumber :
http://ireztia.com/2009/06/17/film-indonesia-laku-di-luar-negeri/
Ya itulah kenyataannya yang terjadi suka atau tidak suka, Horror menjadi tema yang paling banyak dilirik di pasar film Internasional sekelas Cannes !
beberapa diantara judul judul yang terjual itu malahan merupakan film film yang menuai banyak kecaman serta cacian di negeri sendiri. sebaliknya justru film film yang diunggulkan didalam negeri seperti : Generasi Biru nya Garin Nugroho buktinya tidak dilirik pembeli di pasar tersebut, sampai sampai Menbudpar harus kembali memasarkannya tahun ini kembali.
Apakah dengan kenyataan ini kita akan berkata bahwa selera orang barat itu jelek ? tentu saja tidak, justru mereka sangat pintar dalam memilih film. buat apa menonton sesuatu yang sudah sering mereka lihat di dalam film film mereka. mereka butuh tontonan yang tak pernah mereka lihat sebelumnya di film film mereka dan itu mereka dapatkan dalam film Horror kita. saya jadi ingat pernyataan seorang Barat yang mengatakan kepada film Kuldesak beberapa tahun lalu : Kalau Film macam beginian sih jumlahnya ribuan dinegara kami.
Sesungguhnya kita tak perlu heran mengapa tema horror yang paling laris di dunia ini, sebab secara psikologis saja horror sebenarnya mewakili sebuah kultur atau kebudayaan sebuah daerah yang tidak dimiliki oleh daerah lain. contoh saja Pocong menjadi sesuatu yang unik bagi negara lain sebab hanya terdapat di Indonesia dan malaysia saja. begitupula dengan Dracula yang menjadi trend karena hanya ada didaerah Rumania saja. atau vampire di Hongkong/China, dan kisah kisah itu akan terus menjadi sebuah penggalian rasa penasaran untuk mengetahui kisah lainnya dibelahan bumi ini yang masih belum terungkap misterinya. tentu kita tak heran lagi, jika tema horror atau mistis itulah yang lebih banyak terasa secara kental mengangkat budaya dan kultur sebuah daerah ketimbang film bergenre lain.
Dan ini bukan hanya terjadi di masa sekarang saja, ditahun tahun 80 an dulu pula film film horror Indonesia sebenarnya sudah lebih dikenal luas ke manca negara. lihat saja dibeberapa situs penjualan DVD original luar negeri, tercatat ada beberapa film yang dibintangi Almh. Suzanna yang laris dipasarkan diseluruh dunia. beberapa diantaranya malah menjadi Cult Movie seperti film Pembalasan Ratu Laut Selatan film yang di banned di negeri sendiri karena sarat adegan sex namun malah sukses dijual keluar. selain genre horror tentu saja genre action juga laku diluar. justru film film Indoensia yang bergenre drama kurang laku dipasar luar.
dari sini mungkin kita bisa setidaknya kembali mengingat bahwa potensi tema dan keunikan dalam sebuah film memang tidak terbatasi oleh genre apa saja. di dalam negeri kita, film tema horror atau mistis sering dijadikan cemoohan penonton seakan akan genre tsb tidak layak ditampilkan terus menerus di bioskop kita.
menurut saya itu anggapan yang terlalu berlebihan, Horror sebenarnya sebuah genre yang sangat menarik dan tak lekang oleh masa. hanya saja penggarapan yang serba asal asalan di indonesia itulah yang memperburuk citranya. seandainya horror atau mistis digarap dengan baik bukan tidak mungkin itu bisa menjadi sebuah andalan tema yang mewakili ciri khas sesuatu daerah seperti misalnya Thailand yang lebih dulu terkenal dengan horror bercita rasa lokal yang sarat akan mistis tersebut.
bahkan bukan tidak mungkin seandainya kita bisa memanfaatkan peluang potensi di genre ini sebenarnya kita bahkan bisa jauh mengungguli Thailand. ya lihat saja cerita mistis beraroma horror di Indonesia itu banyak sekali disetiap daerah pun berbeda dan unik. asal saja ya tentu digarap dengan baik, serius dan tidak rancu isinya seperti belakangan ini banyak film sex tapi berkedok horror.
Lihat saja film film buatan Dimension Film dari Holywood sangat berkelas dalam mengolah urban legend menjadi Horror menarik. dan kerap kali gaya mereka menginfluensi para pembuat film kita pula.
Sebenarnya dalam langkah penerapan ini saya telah mengimplementasikannya sebagian pemikiran saya terhadap legenda budaya dalam film saya Lost in Papua dimana sebagian akhir di film itu sedikit mengangkat keberadaan sebuah Urban Legend disana yang selama ini masih misteri (walaupun porsinya hanya sedikit di situ). Namun setidaknya ini adalah sebuah daya tarik bagi orang luar yang menyukai kisah kisah legenda diseluruh dunia. namun kembali lagi hal tersebut tertutupi misinya disaat horror dalam negeri sedang di stereotypekan secara buruk dengan merata tanpa memandang filmnya dulu. Dan lagi lagi film saya pun tak lepas dari imbas stereotype yang sudah terlanjur ada dikepala penonton Indonesia tersebut, mungkin itu sebagai dampak dari semakin miskinnya wawasan para penonton kita akan khazanah budaya maupun legenda ditanah air kita saat ini, sehingga kerap kali mereka menganggap sebuah legenda daerah itu bagaikan sebuah cerita omong kosong belaka.
sebenarnya awal munculnya justifikasi negatif terhadap genre horror itu bermula akibat banyaknya muncul genre mengaku horror yang sebenarnya malah lebih banyak mengekspose adegan sex vulgar daripada horrornya sendiri. tentu saja kenyataan ini akhirnya malah merugikan para sineas sineas yang memang suka membuat Horror bagus yang murni. saat ini sulit membedakan mana Horror bermutu dan tidak bermutu jadinya. Penonton sudah keburu bisa memvonis genre horror itu film sampah bahkan hanya dari posternya saja. dan berharap supaya bioskop Nasional saat ini berhenti menayangkan tema tema Horror lagi. Dengan begitu para sineas akan ramai ramai lari ke genre lain. tidak ada lagi keinginan Sineas yang ingin membuat horror bermutu karena takut dicap negatif.
Karena itu janganlah meremehkan tema tema Horror, mistis, urban legend, dll sebab secara fakta tema tema itulah yang kerap kali dilirik disebuah negara yang sarat akan budaya budaya unik seperti hal nya yang terjadi di Thailand.
kita hanya perlu menggarapnya dengan serius dan jika itu berhasil maka bukan tidak mungkin Indonesia malah bisa dikenal dengan film Horrornya yang bercita rasa tradisional serta mengangkat mitos daerah seperti yang pernah di tampilkan oleh Thailand di film : Kuon puos keng kang (kisah anak raja Ular) atau Kraitong (buaya pemangsa)
Untuk saat ini yang sudah mulai mengungguli lagi adalah Malaysia dengan Horor Horror dengan cita rasa Hollywood tanpa bumbu esek esek.
Jika insan perfilman cerdik dan bijaksana melihat hal ini serta pemerintah pintar menyikapi hal ini bukan tidak mungkin hal yang tadinya dibenci dibioskop kita malah sebenarnya bisa menjadi sebuah potensi buat menjadikan film Indonesia menembus pasar dunia secara besar besaran. beberapa negara telah mencontohkan bisa menembus dunia dengan genre genre : Action dan Horror. Buat apa memaksakan membuat film sekelas film Barat jika belum mampu, mengapa tidak menggarap saja tema tema sederhana yang sudah jelas jelas akan disukai orang Barat dari film Indonesia dan sudah pasti kita mampu membuatnya
Dan buat penonton sendiri seharusnya tak perlu menjudge sebuah genre tertentu karena letak kesalahan adalah bukan pada tema filmnya tetapi pada cara penggarapannya serta kemasan ceritanya. sebenarnya tema apapun dalam sebuah film itu sah sah saja selagi tergarap dengan serius dan tanpa membuatnya iseng iseng.
Kita kan sudah punya keunggulan dari keunikan ceritanya di setiap daerah, tinggal memperbaiki kualitas penggarapan tetapi dengan catatan sekali lagi : HARUS BENAR BENAR SERIUS DIGARAPNYA !
Thursday, 9 June 2011
HORROR KHAS INDONESIA ADALAH TEMA FILM YANG PALING LARIS DI PASAR FILM INTERNASIONAL
6/09/2011 05:27:00 pm
irham acho bahtiar
No comments
0 comments:
Post a Comment