Papua, begitulah kini pulau itu disebut ketika dahulu saya terlahir disana ia masih bernama Irian jaya. tepatnya disebuah kampung bernama Muting di Kabupaten Merauke. Lahir hingga besar, menjalani masa bermain persis seperti apa yang pernah digambarkan Garin Nugroho dalam filmnya Anak seribu pulau beberapa tahun lalu. Hidup ditengah tengah suku Marind asli sebagai bagian dari anak Papua yang lahir ditanah itu.
Di sana, perbedaan antara kota dan kampung yang terletak di hutan sangatlah jauh sekali seperti yang sering saya gambarkan selama ini dalam film film saya. dan saya berada di posisi kampung dan hutan itu yang sama sekali tak pernah mengenal kemajuan jaman di kota besar. hidup tanpa listrik sama sekali tanpa benda benda elektronik. Saya bahkan tak mengenal film apalagi bioskop. Saya baru mengenal apa itu bioskop ketika saya menginjak SMA dan harus tinggal di kota.
Desa saya ini terletak sangat dekat dengan daerah perbatasan RI-PNG. melewati SD sekolah YPPK Don Bosco sebuah sekolah Katholik yang didirikan Misionaris Belanda satu satunya dikampung itu bahkan hingga saat ini. saya kemudian pindah kekota Merauke setelah lulus SMP dikarenakan SMA di kampung kami tidak ada saat itu.
Ortu saya berasal dari Bugis tapi memang mereka sudah ada di Muting sejak pertama kali Irian ikut Indonesia tahun 60 an saat saya belum lahir. Karena itu tidaklah heran jika saat ini ayah saya pun kini duduk dalam kelembagaan adat Marind di Muting dan menjadi tokoh yang dituakan dan disegani dikampung kami, bahkan kami pun sudah mendapatkan fam dari suku disana. sejak muda sebagai seorang pedagang, memang beliau sudah merantau kesana hingga akhirnya tinggal dan menetap di kampung Muting dan membuka usaha disana. kelak bagi masyarakat Muting, ayah kami dianggap sebagai orang yang pertama kalinya mengenalkan segala barang kebutuhan pokok seperti gula, kopi, teh dll serta alat alat elektronik radio melalui Tokonya. sebagian besar teman seperjuangan ayah saya dulu di Muting banyak yang telah masuk hutan menjadi OPM (Organisasi Papua Merdeka) karena itulah dulu semasa kecil kami ketika banyak orang takut dengan serangan OPM ke kampung kampung untuk mencari pengikut, kami justru sering mendapatkan kiriman hadiah dendeng, tanduk rusa,kulit buaya dll dari hutan oleh orang orang yang mengaku dititipkan dari teman teman ayah saya dahulu disana yang kini telah menjadi gerombolan OPM. ayah saya pun termasuk orang yang tidak takut keluar masuk hutan belantara sendirian karena memang beliau merasa sudah biasa dan dikenal disana bahkan oleh penghuni hutan yang liar sekalipun, itulah yang membuat kami akhirnya memiliki banyak tanah yang dihadiahkan pemuka pemuka adat Marind kepada ayah saya.
Meskipun kini menjadi tokoh yg dituakan disana, ayah saya berkali kali menolak ketika masyarakat menawarkan bahkan ada yg memaksanya menjadi kepala Desa maupun anggota DPRD untuk mewakili kampung kami. alasannya adalah ayah saya tidak suka dengan hal berbau politik. ayah malah menunjuk orang lain buat menggantikannya dan yg ditunjuknya itupun benar yang akhirnya dipilih juga oleh masyarakat untuk duduk di DPRD mewakili rakyat Muting. Karena pengaruh beliau yang begitu besar dalam kehidupan itulah saya lalu memutuskan mencantumkan nama Beliau dibelakang nama saya.
waktu kecil saya begitu sangat terbatas dengan fasilitas modern kalau boleh dibilang kami hidup jauh dari alat alat elektronik. radio menjadi satu satunya alat canggih yang kami tahu. Kehidupan yang saat itu hanya di kampung kecil yang tanpa fasilitas seperti televisi dll. saya sejak kecil tidak mengenal apa itu film, apa itu televisi dll. jangankan alat alat elektronik kita saja hidup tanpa listrik sama sekali. malam hari hanya bermodalkan lampu petromax pompa saja, baru sekitar tahun 90 an ketika perusahaan banyak yang masuk mengerjakan proyek transmigrasi barulah ayah saya diberikan oleh oleh sisa mesin diesel mereka ketika perusahaan itu akan pulang. Pekerjaan semasa kecil ya kalau tidak pergi berburu rusa atau walef ya pergi pancing atau jaring ikan dirawa, begitu kegiatan setiap hari. tapi menariknya saya senang menggambar semua obyek yang saya lihat saat itu selalu saya gambar, bahkan sewaktu kecil setiap kemanapun saja saya selalu membawa tas koper saya berisi peralatan gambar. saya juga sering mencipta sebuah alat yang saya tiru ketika ada orang barat datang kekampung kami. misalnya saya melihat mereka punya alat kamera canggih, maka tidak berapa lama saya akan menirunya entah dari kardus atau kayu bahannya. yang penting bisa berimajinasi seakan akan kita juga punya benda tsb.sebenarnya sewaktu SD cita cita saya ingin jadi Pilot dan cita cita ini awet sekali sampai menginjak SMA
Di sana, perbedaan antara kota dan kampung yang terletak di hutan sangatlah jauh sekali seperti yang sering saya gambarkan selama ini dalam film film saya. dan saya berada di posisi kampung dan hutan itu yang sama sekali tak pernah mengenal kemajuan jaman di kota besar. hidup tanpa listrik sama sekali tanpa benda benda elektronik. Saya bahkan tak mengenal film apalagi bioskop. Saya baru mengenal apa itu bioskop ketika saya menginjak SMA dan harus tinggal di kota.
Desa saya ini terletak sangat dekat dengan daerah perbatasan RI-PNG. melewati SD sekolah YPPK Don Bosco sebuah sekolah Katholik yang didirikan Misionaris Belanda satu satunya dikampung itu bahkan hingga saat ini. saya kemudian pindah kekota Merauke setelah lulus SMP dikarenakan SMA di kampung kami tidak ada saat itu.
Ortu saya berasal dari Bugis tapi memang mereka sudah ada di Muting sejak pertama kali Irian ikut Indonesia tahun 60 an saat saya belum lahir. Karena itu tidaklah heran jika saat ini ayah saya pun kini duduk dalam kelembagaan adat Marind di Muting dan menjadi tokoh yang dituakan dan disegani dikampung kami, bahkan kami pun sudah mendapatkan fam dari suku disana. sejak muda sebagai seorang pedagang, memang beliau sudah merantau kesana hingga akhirnya tinggal dan menetap di kampung Muting dan membuka usaha disana. kelak bagi masyarakat Muting, ayah kami dianggap sebagai orang yang pertama kalinya mengenalkan segala barang kebutuhan pokok seperti gula, kopi, teh dll serta alat alat elektronik radio melalui Tokonya. sebagian besar teman seperjuangan ayah saya dulu di Muting banyak yang telah masuk hutan menjadi OPM (Organisasi Papua Merdeka) karena itulah dulu semasa kecil kami ketika banyak orang takut dengan serangan OPM ke kampung kampung untuk mencari pengikut, kami justru sering mendapatkan kiriman hadiah dendeng, tanduk rusa,kulit buaya dll dari hutan oleh orang orang yang mengaku dititipkan dari teman teman ayah saya dahulu disana yang kini telah menjadi gerombolan OPM. ayah saya pun termasuk orang yang tidak takut keluar masuk hutan belantara sendirian karena memang beliau merasa sudah biasa dan dikenal disana bahkan oleh penghuni hutan yang liar sekalipun, itulah yang membuat kami akhirnya memiliki banyak tanah yang dihadiahkan pemuka pemuka adat Marind kepada ayah saya.
Meskipun kini menjadi tokoh yg dituakan disana, ayah saya berkali kali menolak ketika masyarakat menawarkan bahkan ada yg memaksanya menjadi kepala Desa maupun anggota DPRD untuk mewakili kampung kami. alasannya adalah ayah saya tidak suka dengan hal berbau politik. ayah malah menunjuk orang lain buat menggantikannya dan yg ditunjuknya itupun benar yang akhirnya dipilih juga oleh masyarakat untuk duduk di DPRD mewakili rakyat Muting. Karena pengaruh beliau yang begitu besar dalam kehidupan itulah saya lalu memutuskan mencantumkan nama Beliau dibelakang nama saya.
waktu kecil saya begitu sangat terbatas dengan fasilitas modern kalau boleh dibilang kami hidup jauh dari alat alat elektronik. radio menjadi satu satunya alat canggih yang kami tahu. Kehidupan yang saat itu hanya di kampung kecil yang tanpa fasilitas seperti televisi dll. saya sejak kecil tidak mengenal apa itu film, apa itu televisi dll. jangankan alat alat elektronik kita saja hidup tanpa listrik sama sekali. malam hari hanya bermodalkan lampu petromax pompa saja, baru sekitar tahun 90 an ketika perusahaan banyak yang masuk mengerjakan proyek transmigrasi barulah ayah saya diberikan oleh oleh sisa mesin diesel mereka ketika perusahaan itu akan pulang. Pekerjaan semasa kecil ya kalau tidak pergi berburu rusa atau walef ya pergi pancing atau jaring ikan dirawa, begitu kegiatan setiap hari. tapi menariknya saya senang menggambar semua obyek yang saya lihat saat itu selalu saya gambar, bahkan sewaktu kecil setiap kemanapun saja saya selalu membawa tas koper saya berisi peralatan gambar. saya juga sering mencipta sebuah alat yang saya tiru ketika ada orang barat datang kekampung kami. misalnya saya melihat mereka punya alat kamera canggih, maka tidak berapa lama saya akan menirunya entah dari kardus atau kayu bahannya. yang penting bisa berimajinasi seakan akan kita juga punya benda tsb.sebenarnya sewaktu SD cita cita saya ingin jadi Pilot dan cita cita ini awet sekali sampai menginjak SMA
Sejak lulus SMA pada tahun 1994 entah mengapa saya tiba tiba seakan merasa patah semangat dan tidak punya tujuan akan kemana cita cita saya. aneh sekali, tiba tiba saya merasa bahwa ada sesuatu yang saya inginkan tapi saya tidak tahu apa itu. selain itu saya juga tak tahu bagaimana mewujudkannya. lama terombang ambing dgn ketidakjelasan, sampai suatu ketika ada sebuah Mujizat terjadi disiang bolong !
saat itu saya sedang mencuci pakaian di lantai bawah rumah paman saya di kota Merauke. tiba tiba saya mendengar ada sebuah acara TV di TPI kala itu kalau tidak salah berjudul Aneka Profesi dan kebetulan sekali yang sedang dibahas di episode itu adalah profesi Sutradara. saya lama terpesona tidak bergeming menatap layar kaca dengan kagumnya hingga acara usai. setelah acara selesai saya baru mengangguk angguk : Ini lah yang saya cari cari !
saya langung melompat kegirangan dan segera menulis surat untuk ortu dikampung Muting bahwa saya menemukan apa yang saya cari dalam diri saya.
selama ini saya tidak tahu bahwa yang membuat film itu disebut sutradara. dari acara itu saya baru tahu oooh itu rupanya profesi yang saya cari selama ini. maka saya pun memutuskan untuk harus sekolah disekolah sutradara, saya mengancam ortu saya jika tidak sekolah di sekolah sutradara tsb maka saya tidak akan mau sekolah selamanya lagi. setelah ortu saya menghubungi paman saya dijakarta maka diketahuilah bahwa sekolah yang saya maksud itu berada di IKJ (Institut kesenian Jakarta). untuk membiayai kuliah pertama saya itu ayah terpaksa menjual mobil kesayangannya satu satunya.
Awalnya ortu saya sebenarnya kurang mendukung. Tapi Mungkin karena melihat bakat seperti itu sudah mulai terlihat sewaktu berada dikampung dulu. Walaupun tidak memiliki kamera namun saya berhasil membuat beberapa sandiwara radio dengan bantuan peralatan tape recorder sederhana lengkap dengan mixing dan penataan musik serta efek yang kemudian dikasetkan dan diedarkan dikampung kami secara gratis dari tangan ketangan.hingga saat ini rekaman rekaman kreasi masa kecil itu masih disimpan rapi. ada pula mop mop yang saya kumpulkan dari teman teman kecil saya salah satunya Dodi yang sekarang telah menjadi artis film Melody Kota Rusa.
saat itu saya sedang mencuci pakaian di lantai bawah rumah paman saya di kota Merauke. tiba tiba saya mendengar ada sebuah acara TV di TPI kala itu kalau tidak salah berjudul Aneka Profesi dan kebetulan sekali yang sedang dibahas di episode itu adalah profesi Sutradara. saya lama terpesona tidak bergeming menatap layar kaca dengan kagumnya hingga acara usai. setelah acara selesai saya baru mengangguk angguk : Ini lah yang saya cari cari !
saya langung melompat kegirangan dan segera menulis surat untuk ortu dikampung Muting bahwa saya menemukan apa yang saya cari dalam diri saya.
selama ini saya tidak tahu bahwa yang membuat film itu disebut sutradara. dari acara itu saya baru tahu oooh itu rupanya profesi yang saya cari selama ini. maka saya pun memutuskan untuk harus sekolah disekolah sutradara, saya mengancam ortu saya jika tidak sekolah di sekolah sutradara tsb maka saya tidak akan mau sekolah selamanya lagi. setelah ortu saya menghubungi paman saya dijakarta maka diketahuilah bahwa sekolah yang saya maksud itu berada di IKJ (Institut kesenian Jakarta). untuk membiayai kuliah pertama saya itu ayah terpaksa menjual mobil kesayangannya satu satunya.
Awalnya ortu saya sebenarnya kurang mendukung. Tapi Mungkin karena melihat bakat seperti itu sudah mulai terlihat sewaktu berada dikampung dulu. Walaupun tidak memiliki kamera namun saya berhasil membuat beberapa sandiwara radio dengan bantuan peralatan tape recorder sederhana lengkap dengan mixing dan penataan musik serta efek yang kemudian dikasetkan dan diedarkan dikampung kami secara gratis dari tangan ketangan.hingga saat ini rekaman rekaman kreasi masa kecil itu masih disimpan rapi. ada pula mop mop yang saya kumpulkan dari teman teman kecil saya salah satunya Dodi yang sekarang telah menjadi artis film Melody Kota Rusa.
Belum lagi dengan gebrakan saya yang selalu menyuguhkan sesuatu yang berbeda dipanggung 17 an setiap tahun dengan membentuk kelompok grup lawak yang disutradarai saya sendiri.
Di masa SMA pun banyak sekali yang saya hasilkan, salah satunya adalah membuat komik komik yang kemudian dibukukan dan diedarkan dikelas saya.
Hingga teman teman sekelas saya yang heran ketika saya memutuskan untuk memilih masuk ke sekolah seni Institut Kesenian Jakarta yang menurut mereka tidak menjamin masa depannya.
Disinilah ada sebuah pola pikir yang sedikit berbeda dari anak anak yang lain yakni teman teman saya yang pada saat itu cenderung memilih sekolah sekolah yang berhubungan dengan pemerintahan misalnya STPDN ataupun Akademi pelaut dll. Perlu diketahui memang posisi pegawai negeri menjadi satu satunya pekerjaan yang paling diburu oleh warga merauke bahkan hingga saat ini.
Anehnya saya sama sekali tidak tertarik untuk menjadi pegawai. Dalam pikiran saya kalau semua menjadi pegawai lantas apa indahnya hidup ini. masa tidak ada yang punya profesi beda ? Alangkah tidak berwarnanya hidup ini ketika semuanya lebih memilih sesuatu yang dianggap pasaran dan menghasilkan uang banyak ketimbang membela keinginan hatinya sendiri meskipun masa depannya tidak jelas ?
Sebenarnya kalau mau jujur, orang tua saya sangat mengharapkan saya untuk menjadi seorang dokter. Tapi apa boleh buat Tuhan menggariskan hati saya untuk menjadi seoarang seniman. Bagi saya, ide ide yang diberikan oleh Tuhan ke otak saya adalah sebuah message yang dititipkan oleh Tuhan untuk disampaikan keseluruh umat manusia dibumi ini. Itulah makanya mengapa saya lebih cenderung memilih menjadi sutradara ketimbang dokter. Sebab berdasarkan bakat yang saya miliki, saya lebih yakin dengan kemampuan menjadi sutradara ketimbang menjadi seorang dokter. Saya bahkan sempat berkata pada orang tua saya seperti ini : “oke bisa saja saya menjadi dokter dengan memaksakan keinginan orang tua, tapi ijinkan saya menjadi dokter yang juga bisa membuat film”. Ibarat kata saya menginginkan sekalipun menjadi dokter tapi saya juga tetap membuat film. semua itu akibat adanya misi yang saya bawa, misi tersebut adalah ide ide segar yang ada dalam otak saya selama ini. saya menganggap ide itu diberikan oleh Tuhan dan harus disampaikan kesemua orang dalam bentuk apa saja, entah tulisan, musik maupun film. dan kebetulan saya tertarik ke film. Saya justru mempunyai ketakutan besar dalam hidup saya apabila saya mati terkubur bersama ide ide yang dianugerahkan Tuhan ke saya itu tanpa pernah tersampaikan ke orang lain. lalu mengapa saya memilih bidang penyutradaraan ? mengapa bukan bidang lain saja ? itu karena saya ingin membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. saya ingin bisa mewujudkan ide ide dari Tuhan sekaligus memberikan lapangan kerja bagi orang lain. bukankah saya akan butuh penulis skenario, kameramen, editor dll ?
inilah motivasi yang sangat berbeda mungkin dari sebagian besar orang yang tertarik masuk kedunia film. apabila banyak orang ingin didunia film karena ambisinya ingin membuat sebuah karya besar atau mungkin tertarik dengan dunia glamournya atau mungkin tertarik dengan penghasilannya yang besar atau bahkan mungkin kepingin terkenal dan dipuja orang. saya pada saat itu sama sekali tidak berpikir kearah situ. yang ada dalam kepala saya ingin jadi sutradara hanya dgn 2 alasan diatas saja yakni merealisasikan ide2 yang diberikan Tuhan ke saya, dan yang kedua yakni membuka lapangan kerja untuk orang lain.
inilah motivasi yang sangat berbeda mungkin dari sebagian besar orang yang tertarik masuk kedunia film. apabila banyak orang ingin didunia film karena ambisinya ingin membuat sebuah karya besar atau mungkin tertarik dengan dunia glamournya atau mungkin tertarik dengan penghasilannya yang besar atau bahkan mungkin kepingin terkenal dan dipuja orang. saya pada saat itu sama sekali tidak berpikir kearah situ. yang ada dalam kepala saya ingin jadi sutradara hanya dgn 2 alasan diatas saja yakni merealisasikan ide2 yang diberikan Tuhan ke saya, dan yang kedua yakni membuka lapangan kerja untuk orang lain.
Akhirnya orang tua saya pun mengalah dan memahami bahwa memang lebih baik untuk focus pada satu bidang saja daripada terpecah begitu. Karena itu apa yang menjadi pilihan anak itulah yang terbaik. Sebab jika ia memaksakan diri hanya untuk menyenangkan orang tuanya maka bidang yang digelutinya hanya sebatas iseng iseng saja, ia tetap akan kembali pada apa yang diinginkannya sehingga apa yang sudah dicapainya itu akan menjadi sia sia semua. Dan jika gagal menjadi dokter tentu si anak akan menyalahkan orang tuanya dengan mengatakan : ini gara gara kalian semua, saya kan tidak memilih kesitu !
Alhasil saya pun tetap memilih untuk bersekolah disekolah seni.
Motivasi dalm membuat film dihati saya adalah : hanya ingin membuat orang lain senang ! bukan karena melihat glamouritas maupun penghasilannya.
Itulah sebuah cita cita mengapa saya memilih masuk ke sekolah sutradara di IKJ. Dalam pikiran saya kala itu, jika saya menjadi sutradara berapa banyak orang yang akan senang karena saya. Mulai dari penonton yang terhibur, diberi pesan moral, sampai kru yang juga senang diberikan lapangan pekerjaan atas rekrutan sutradara. Bahkan dengan film apa yang kita inginkan bisa kita wujudkan. Ingin memarahi orang lewat film, ingin memukul orang lewat film, ingin menasehati orang ya bisa lewat film. Maka sebisa mungkin hal hal itulah yang membuat saya bisa meredam semua keinginan saya yang selalu lain dari yang lain.
sampai akhirnya di tahun 2009, ortu saya memanggil saya untuk kembali berdomisili di merauke karena seluruh keluarga saya tidak ada satupun yang tinggal diluar Papua. semua kerja dan menikah disana serta tinggal bersama sama ortu. jadilah saya harus kembali ketanah kelahiran saya untuk kembali membangun citranya yang selama ini dianggap terbelakang.
syukurlah kini kami bisa menempatkan diri sebagai inspirator bagi perfilman Nasional di daerah. yang dimulai dari ufuk timur yang dulunya disebut terbelakang.
3 comments:
profil yg mempunyai pesan moral
saya bener" kagum sama abang
bener" cita" yang sangat mulia bang
saya setuju
maju terus pantang mundur
Kalau saja, ... kalau saja sa berani (..atau nekad) macam ko.... sa pu cerita hidup juga akan berbeda.... maaf, kalo jadi sentimentil. tulisanmu ini, MANTAP.
ariadin - alumni smansa merauke
What an inspiring article
Post a Comment