Sunday, 19 May 2013

PENGARUH SEBUAH FILM BAGI PEMBANGUNAN (Sepenggal kisah kecil dari Muting)

Terkadang saya hingga kini masih tak bisa percaya Muting kampung kecil tanah tempat saya dilahirkan diujung timur Indonesia ini, yang dulunya adalah sebuah kampung yang terisolasi,tidak dikenal,begitu terbelakang di kota Merauke Papua. Kini mendadak menjadi berubah drastis dalam 3 tahun ini kearah yang lebih baik.

3 tahun ini pula sebuah catatan mengukir bagaimana perjuangan kami mengangkat tanah tempat kami dilahirkan tersebut. Sungguh sangat kontras jika di runut kebelakang wajah kampung didekat perbatasan RI – PNG ini. Banyak cerita sedih yang kami simpan dan kenang disana dan mungkin tak kan pernah terlupakan sampai kapanpun.
Dimulai sejak saya lahir tanpa mengenal listrik, bagaimana saya pertama kali mengenal apa itu televisi disaat menginjak SMP, ketika saya tahu apa itu yang disebut kulkas semua itu terjadi ketika saya sudah dibangku SMP, praktis sebelumnya kehidupan kami di muting seperti sebuah kampung terbuang yang tak pernah tahu dunia luarnya.

Semenjak SMA saya harus pindah secara terpaksa ke kota merauke dan tinggal dengan orang lain dikarenakan kecamatan Muting sampai tahun itu (1991) masih belum mempunyai Sekolah Menengah Atas. Otomatis semua anak yang ingin melanjutkan sekolahnya kejenjang lebih tinggi dengan sangat terpaksa harus bersusah payah hidup menumpang orang di kota Merauke. Sahabat sahabat saya Anak anak asli marind lebih memilih kehutan ikut orang tuanya. Saya sendiri ikut menumpang di rumah orang dikarenakan orang tua saya pun belum mempunyai rumah saat itu di kota merauke. Semuanya masih tinggal di kampung muting yang sangat terbelakang sekali waktu itu. Sewaktu saya pergi kekota waktu itu belum ada listrik PLN sama sekali di muting. Kami menggunakan disel pemberian perusahaan yang pernah berproyek di situ sebagai penerang sementara diwaktu malam, itupun tergantung ada solar baru bisa menyala.

Setelah lulus di SMA Negeri 1 Merauke tahun 1994, saya akhirnya meneruskan kuliah sesuai bakat saya di Institut Kesenian Jakarta ( kisah mengapa saya bisa kuliah disini sudah saya ceritakan di tulisan yang lain) ayah saya pada saat itu sebenarnya tidak mampu secara materi menyekolahkan saya sejauh itu tetapi akhirnya semua bisa terwujud dengan niat yang tinggi ingin kearah perubahan nasib. Setelah lulus dari IKJ tahun 2000 saya mulai berkarier sedikit demi sedikit menambah pengalaman. Selama rentang waktu itu pula 1994 – 2000 saya tidak pernah pulang ke Merauke lagi menengok kampung saya Muting. Saya meninggalkan Papua untuk kuliah dijakarta pada masa pemerintahan orde baru.

Sampai akhirnya tiba di orde reformasi ditahun 2001 saya mempunyai kesempatan untuk pulang pertama kalinya setelah sudah mempunyai sedikit ilmu yang saya timba dibangku IKJ jurusan Film dan televisi. Saya kembali menginjakkan kaki ditanah kelahiran saya. Namun alangkah terkejutnya saya ketika mendapati bukan kemajuan yang saya lihat tetapi sebuah kemunduran total. Betapa kampung muting yang dulunya ketika saya tinggalkan mulai ada titik terang kini malah seakan kembali ke kekegelapan. Memang keadaan ketika saya pergi dulu sebenarnya sudah mulai lebih baik daripada saat itu.

Saya mulai membandingkan ketika saya terakhir meninggalkan Muting, kami menggunakan kendaraan Bus yang keluar masuk muting dengan bayaran karcis tiket bus yang masih terjangkau (saat itu jalan masih tanah namun rata dan tak berlumpur dimusim panas). Tapi kini saya mendapati kenyataan bahwa dari kota merauke menuju muting kami terpaksa harus menumpang kendaraan truk barang dengan bayaran ratusan ribu, dengan duduk entah didepan dekat sopir atau kalau tidak kebagian duduk di bagian belakang bak bersama barang barang lainnya. Saya sampai tidak tega melihat ayah atau ibu saya juga ikut melakukan kegiatan ini, ibu saya yang sudah tua pun harus berdiri menahan angin di bak truk karena memang hanya itu satu satunya pilihan kendaraan bagi masyarakat muting. Kami tidak diberikan pilihan, jalanan menuju muting sudah sangat rusak parah. Mungkin kata orang lebih parah daripada medan offroad. Terkadang ibu saya sampai ikut menginap berminggu minggu dijalanan disaat truk mereka tertanam. Mereka hidup dengan memakan apa saja muatan isi truk.  Kejadian ini terjadi di akhir tahun 90 an sampai tahun 2000 an. Saya pun sempat ikut merasakan penderitaan rakyat muting itu. Semua harga barang menjadi mahal. Bahkan muting sempat hampir mengalami bencana kelaparan akibat jalanan rusak dan akses bahan sembako tidak bisa masuk ke muting. Apalagi kini masyarakat di muting sudah mulai sulit menggantungkan hidupnya pada hasil alam sebab rusa sudah makin sulit didapat.

Keadaan dikampung saat itu sendiri makin diperparah dengan adanya listrik pemerintah yang dioperasikan tanpa jadwal yang pasti. Terkadang listrik bisa mati begitu lama berminggu minggu terkadang juga menyala lagi. Maklum saat itu masih menggunakan mesin diesel jadi tergantung dari bahan bakar dan operatornya. Jika bahan bakar menipis maka lampu dihemat, istirahat dulu. Itupun jadwal lampu menyalanya hanya dimulai dari jam 6 sore dan berakhir jam 11 malam. Banyak sekali kenyataan yang saya dapati sangat berbeda ketika masa kecil saya dahulu. Dulu Muting masih lebih ramai setiap menjelang 17 agustus dalam satu minggu lapangan dipenuhi bermacam kegiatan mulai dari pertandingan bola, pasar malam, hingga panggung hiburan dimana pertama kalinya saya mengasah bakat sebagai sutradara dalam berbagai pementasan drama dan lawak dikampung kami dulu. Kini semua itu sudah tak ada lagi. Muting yang saya lihat kini bagaikan kota mati. Beberapa rumah malah sudah kosong tanpa penghuni ditinggalkan orangnya untuk pindah kekota Merauke. Muting tidak ada harapan untuk menghasilkan lagi. Mungkin diantara semua orang yang punya usaha dikampung itu ayah saya yang masih bertahan karena hatinya sudah dekat dengan masyarakat disana. Apalagi ayah saya sudah tinggal dikampung itu semenjak masyarakat kampung muting belum mengenal kopi dan gula. Selebihnya orang lebih suka berusaha dikota merauke daripada di muting yang penduduknya makin berkurang dan tak ada penghasilannya. Saya sering merenung berhari hari, saya jadi jarang keluar rumah selama di muting. Apa lagi yang menarik di muting ? dimana cerita masa kecil kami yang begitu indah dikampung ini ? kini kampung ini begitu sepi. Orang orang lebih suka kehutan dan tinggal disana. Anak anak tidak ada yang mau sekolah. Masih terlihat bekas bangunan pasar yang dibangun dijaman orde baru namun ternyata tak digunakan hingga kini.

Lalu saya sempat meninjau bekas SD saya SD YPPK Don Bosco sebuah sekolah yayasan Misi Katholik satu satunya dimuting yang masih tetap sama bangunannya dari papan bahkan bangku yang saya duduki pun masih sama sudah reot. Begitupula dengan SMP saya dulu masih berdinding papan, alangkah mirisnya kehidupan di Muting.

Dimana sahabat sahabat kecil saya dulu ? rata rata mereka telah pindah ke kota atau daerah lain meninggalkan muting karena dianggap muting tidak membawa perubahan bagi kehidupan mereka. Saya merasa kesepian di tanah tempat saya lahir. Ibu saya membawa saya berkeliling kesetiap rumah menyalami semua penduduk mengingatkan saya kembali pada semua penduduk yang kaget melihat saya telah dewasa (ketika meninggalkan Muting saya masih sangat muda seumuran SMP) beberapa malah sangat antusias seperti Tete Frans Wamugu Almarhum seorang seniman besar Marind yang menggantungkan harapan besar pada saya untuk terus berkarya demi kemajuan orang di Muting beliau banyak menitipkan cerita rakyat Marind ke saya. Saya pun berhasil merekam sebuah adegan Yosim (tarian favorit remaja yang saat ini sudah mulai punah di Papua) Hingga kini rekaman itu saya simpan sebagai arsip, kelak kemudian adegan yosim akhirnya berhasil saya tampilkan dalam film pertama kami Melody Kota Rusa. Bagi saya rekaman acara yosim itu akan saya simpan dan perlihatkan untuk semua anak cucu kita di Papua agar mereka bisa mengenali apa saja adat budaya yang saat ini sudah tak ada lagi.

Itulah awal bagaimana saya mulai melakukan apa yang saya bisa, apa yang saya dapatkan dibangku kuliah untuk kemudian diterapkan dikampung saya sendiri.

Setelah kunjungan pertama saya ditahun 2001 itu saya pun kembali ke Jakarta kembali meneruskan profesi saya sekaligus mematangkan ilmu yang saya dapat di bidang perfilman. Mungkin saja badan saya saat itu bekerja dijakarta tapi hati saya jiwa saya tetap di Merauke. Bagaimana tidak, semua keluarga saya ada disana. Tidak ada satupun saudara saya dan orang tua saya yang tinggal diluar Papua. Semua akhirnya bekerja dan menikah disana. Hanya saya satu satunya yang mengadu nasib ditanah Jawa.

Hingga ditahun 2007 entah kenapa tiba tiba ada rasa kerinduan pada orang tua saya untuk berkumpul kembali dimerauke. (cerita lengkapnya sudah pernah diceritakan dalam kisah cerita pembuatan Film Melody Kota Rusa) singkatnya setelah saya memutuskan kembali tinggal di Kota Merauke bersama orang tua dan saudara saudara saya, saya pun menolak beberapa pekerjaan dibidang film dan televisi di Jakarta yang saat itu sedang bagus bagusnya perjalanan karier saya.

Saya memilih sebuah ide bersama adik saya untuk membuat sebuah film cerita yang isinya mengangkat apa yang selama ini kita rasakan dan kita ketahui selama kita lahir dan tinggal di Muting. Maka lahirlah film Melody Kota Rusa yang bagi banyak orang dianggap sebagai film lucu dan menghibur dengan karakter dodi yang kocak. Namun dibalik semua itu saya justru sering menangis jika menyaksikan film itu, karena banyak sekali gambaran napak tilas dari kehidupan yang penah kami rasakan pahitnya selama kami lahir dan besar bersama masyarakat Marind di Muting tergambar disitu. Semuanya kami gambarkan secara halus dan tersirat. Bahkan secara judul saja pun sebenarnya mengandung arti tersirat dimana kata Melody merupakan perumpamaan ketika sebuah alunan nada berdiri sendiri tidak akan menghasilkan sebuah keindahan yang besar tetapi ketika nada nada itu bergabung membentuk sebuah melody maka akan menghasilkan sebuah harmonisasi yang indah. Inilah arti dari sebuah kebersamaan sebagaimana yang juga terukir oleh slogan filosofi berbahasa Marind Izakod bekai Izakod Kai atau satu hati satu tujuan. Hal ini mengingatkan saya ketika di era pemerintahan GusDur dahulu Papua hampir saja rusuh, dan saat itu disaat semua warga pendatang yang sudah tinggal lama di Papua beramai ramai pergi meninggalkan Papua, namun yang terjadi dengan keluarga kami dan masyarakat muting adalah sesuatu yang begitu menyentuh. Semua masyarakat Muting bersidang dan memutuskan meminta ayah dan Ibu saya tetap tinggal disana bahkan mereka berjanji akan melindungi kami sebab kami adalah bagian dari mereka selama ini. Kami bukanlah orang yang datang setelah Papua modern tetapi ayah saya menginjakkan kaki di Muting sebagai perantau semenjak kampung itu masih sangat tertinggal sekali bahkan baju yang dipakai pun saat itu masih pemberian pemerintah orba. Ayah saya memulai segala pekerjaan di muting sama seperti yang dilakukan penduduk aslinya, pernah mencari kulit buaya, berburu rusa untuk dendeng, menjual ayam, hingga akhirnya membuat kios kecil dari modal berburunya.

Semua masa lalu di muting yang begitu berliku liku perjalannnya memang begitu mempengaruhi dalam setiap karya karya saya, itulah makanya film Melody Kota Rusa dibuat dengan setting semuanya di Muting tentang kisah anak anak Muting yang juga ingin maju sama seperti orang orang di kota.
Inilah sebuah cikal bakal bagaimana Muting mulai dilirik oleh banyak orang. Ketika akhirnya film Melody Kota rusa booming dan dibajak dimana mana, mulai dari Papua, ambon hingga makassar, kami memang membuat film ini dengan tujuan sasaran masyarakat di Indonesia Timur maka itulah dialognya sangat kental dialegnya. Dimana mana Muting mulai dikenal. Dibeberapa pembicaraan melalui dunia maya bahkan saya pernah mendapati beberapa orang yang mencari cari peta Muting, Muting itu dimana ? itu kampung apa ? kenapa tidak pernah ada dalam buku pelajaran ya ?

Pengaruh dari Film Melody kota rusa kemudian melahirkan karya baru sketsa komedi MOP Papua Epen kah Cupen toh yang kemudian gaungnya didunia maya malah lebih besar lagi penggemarnya bahkan hingga ke Malaysia. Tidak heran jika kemudian ditahun 2011 pun kami terpaksa mulai memproduksi Film Melody Kota Rusa 2 sebagai lanjutan dari yang pertama. Semuanya terjadi atas desakan para fansnya. Banyak orang tidak terima cerita yang pertama digantung begitu, mereka ingin menyaksikan kelanjutan kisahnya hingga sukses. Banyak pula yang mengira kisah MKR itu betul betul terjadi.

Disinilah bagaimana wajah Muting mulai berubah seiring dengan film Melody Kota rusa pertama dan kedua. Jika di Film melody kota rusa pertama banyak diperlihatkan jalan antar Muting Merauke yang berlumpur dan tanah. Perbandingannya mulai terasa di MKR 2 dimana jalanan disitu kami perlihatkan sudah mulai bagus dan sebagian besar sudah diaspal. Film ini bercerita dengan jujur apa yang terjadi disana kami perlihatkan.

Lalu apa korelasinya dengan pembangunan besar besaran yang saat ini banyak terfokus ke Muting dibanding dengan daerah lain di Merauke ?
Mungkin saja setelah menyaksikan film melody kota rusa pertama pemerintah akhirnya dalam hal ini bupati Merauke akhirnya memperbaiki jalanan tersebut. Bahkan untuk menunjukkan dukungannya terhadap film ini Pak Bupati Merauke Drs. Romanus Mbaraka, MT yang saat itu barus aja terpilih ikut pula bermain dalam film Melody Kota Rusa 2 sekaligus  memberikan dukungan penuh terhadap pembuatan filmnya dengan menyumbang secara finasial agar kami dapat membeli alat yang lebih bagus.
Saat ini ada 2 daerah dimerauke yang sedang dikebut pembangunannya dan tahun 2012 lalu dipasangi jaringan telekomunikasi serta internet yakni Muting dan Kimaam. Analisa kami Kimaam sudah pasti menajdi sasaran pembangunan sebab itu adalah kampung kelahiran Bapak Bupati Kita saat ini, namun Muting itulah yang membuat kami kagum, kini menjadi kampung yang diprioritaskan setara dengan Kimaam padahal ketika pemilihan bupati lalu beliau kalah suara di sepanjang masyarakat kali bian Muting. Ini yang kemudian mendasari bahwa sedikit banyaknya film telah berhasil mempopulerkan Muting dimata pemerintah daerah sendiri hingga akhirnya menjadi skala prioritas pembangunan.

Saya melihat ada sebuah perkembangan yang terjadi dari tahun ke tahun semenjak dimulainya Muting menjadi sasaran eksploitasi dalam media film film kami. Apalagi ketika mulai banyak berdatangan media luar yang kemudian ikut tertarik datang ke Muting seperti acara Trans 7 MANCING MANIA, BERBURU, JEJAK PETUALANG, FISH ON hingga yang terakhir adalah Tim dari TV One lewat acara ENSIKLOTIVI yang mewawancarai kegiatan perfilman kami disana. Yang menarik dari tim TV One adalah ketika mereka dikota Merauke mereka mengungkapkan keinginannya untuk ingin ke Muting. Lalu saya bertanya pada mereka karena apa kog tertarik ingin ke muting ? mereka menjawab gara gara nonton film Melody Kota Rusa. Saya hanya tertawa dan berucap jujur bahwa Muting sebenarnya tidak seindah seperti yang dilihat di film. Tapi saya juga tidak dapat memungkiri bahwa kekuatan film memang sangat besar sekali sehingga Muting yang dulunya terisolasi tidak dikenal, tidak ada apa apanya kini malah dicari cari orang dari luar. Dulu mungkin orang dikota Merauke sendiri saja banyak yang tidak tahu Muting dimana, tapi kini semuanya tahu Muting. Bahkan banyak orang merauke sendiri yang penasaran ingin ke muting.

Wajah Muting saat ini, sejak tahun 2012 semakin sering diperhatikan pemerintah, mulai dari masuknya jaringan Telkomsel hingga semua orang di muting kini sudah bisa berkomunikasi lewat HP. Saya pun juga senang bisa telpon telponan dengan orang tua saya disana, tidak lagi lewat surat seperti yang selama ini kami lakukan.
Sebuah jalur tiang listrik juga terlihat sudah dipasang melintasi hutan hingga ke daerah transmigrasi yang katanya adalah rencana listrik besar PLN yang akan menyala siang dan malam 24 jam. Inilah yang selama ini kami tunggu tunggu tidak lagi hidup dengan listrik dari jam 6 sore sampai jam 11 malam lagi.
Dan yang paling membuat saya senang adalah jalanan antar merauke muting kini sudah diaspal beton mulus, bahkan mobil mobil sekelas kijang pun sudah banyak yang bisa masuk kemuting, dulu jangan harap kami bisa lihat kendaraan kayak begitu di muting makanya kami sangat udik sekali jika lihat ada mobil bagus masuk Muting waktu kecil. Masyarakat tidak lagi bergantung pada truk sebagai kendaraan umum jika pergi kekota, kini sudah ada kendaraan angkot dalam kota yang masuk ke Muting memuat mereka.
Dulu jembatan jembatan banyak yang putus sehingga mobil banyak yang membuat jalan darurat masuk hutan, kini semua jembatan gorong gorong telah diganti beton semua.

Kehidupan Muting mulai bergairah lagi. Bahkan ditahun 2012 lalu banyak sekali investor asing yang berencana masuk membuka lahan perkebunan disana. Tak heran jika masyarakat Muting baru baru ini dibagi uang ganti rugi tanah dari perusahaan tersebut.

Di pertengahan antara Muting Merauke di mana lokasi itu kami tampilkan diawal film Melody Kota Rusa, kini daerah itu dijadikan wisata pemancingan bagi banyak bos bos yang datang dari kota Merauke. Sepanjang perjalanan saya baru baru ini saja saya melihat lalu lalang kendaraan berbagai macam merk mahal begitu ramai, tidak seperti beberapa tahun lalu kita hanya bisa melihat truk saja didepan mata.

Sekolah kami yang dulunya jelek dengan papan kini mulai dari SD, SMP hingga SMA sudah berdiri dengan bangunan beton megah. Semenjak dahulu film melody kota rusa pertama di putar dikota merauke dengan antusias penonton memenuhi gedung selama 3 hari sejak itu memang media lokal selalu mengangkatnya, bahkan beberapa headline berita pemerintah sempat menuliskan bahwa melody kota rusa menyoroti wajah kampung yang tertinggal. Mungkin itulah yang membuat Bupati terpilih diperiode berikutnya memberikan lebih perhatiannya pada Muting dibandingkan daerah lain sebab, secara tidak langsung Muting pembangunannya selalu disoroti media sehingga jika Muting terpuruk maka akan terlihat pula wajah Merauke yang jelek diluar sana apalagi filmnya sudah mulai disukai diseluruh indonesia. Maka dengan membangun kampung Muting menjadi baik maka akan terlihat wajah Merauke yang juga baik pembangunannya sebab berkali kali kini Muting sudah di ekspose oleh media televisi nasional.

Saya bangga bisa terlibat dalam merekam jejak pembangunan tersebut melalui film sebab di film film kamilah terlihat bagaimana sebuah perubahan dari pembanguan sedikit demi sedikit terwujud hingga membentuk wajah Muting yang lebih baik seperti sekarang ini.
Mungkin memang tidak secara langsung pengaruhnya tetapi sedikit banyaknya saya yakin bahwa Melody Kota Rusa mempunyai pengaruh kuat akan sebuah perjalanan perubahan yang terukir dikampung kami. Dan semua perubahan itu terjadi hanya dalam rentang 3 tahun sejak beredarnya film Melody Kota Rusa pertama hingga yang kedua ditahun 2012



Jakarta, 19 mei 2013
Irham acho bahtiar

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Kakatua Kaskus | www.kakatua.web.id | Bloggerized by Irham Acho Bahtiar --- Izakod Bekai Izakod Kai | Satu Hati Satu Tujuan